Rabu, 02 November 2016
Hari Ini KPK Terima Laporan Gratifikasi GBU
Hari Ini KPK Terima Laporan Gratifikasi GBU, 27 oktober 2016
AMBON, AE.— Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK hari ini menjadwalkan menerima laporan langsung dari Koalisi Save Romang bersama Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) terkait dugaan gratifikasi PT Gemala Borneo Utama kepada sejumlah pejabat di Maluku. Sementara Organisasi Kepemudaan yang tergabung dalam kelompok Cipayung akan bertemu Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, Kamis (27/10) malam.
Sebelumnya, PMKRI Pusat dan Barisan Anak Indonesia Timur (BATU) melakukan unjuk rasa di kantor kementrian ESDM, Rabu (26/10). Mereka meminta agar Kementrian ESDM mencabut izin pertambangan emas PT.GBU.
Ketua Kalesang Maluku, Constansius Kolafeka yang ikut dalam aksi tersebut mengatakan, Kementrian ESDM akan mengkaji izin-izin PT.GBU yang telah dikeluarkan, sehingga menjadi pertimbangan. Respon kementrian ESDM, KKP dan KLHK serta LSM lingkungan tersebut, seharusnya menjadi pertimbangan lain bagi gubernur untuk mencabut Izin Usaha Produksi (IUP) PT.GBU.
“Pernyataan dari kepala informasi dan komunikasi Kementrian ESDM ini mesti dipertimbangan dengan baik oleh Gubernur Maluku. Karena gubernur sendiri sudah melihat secara langsung penolakan dari warga. Kemudian, dokumen penolakan itu pun sudah disampaikan ke kementrian, dalam bentuk dokumentasi dan data otentik,” kata Constansius.
Selain Kementrian ESDM, Koalisi Save Romang berencana meneruskan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (27/10) hari ini. Kemudian dilanjutkan ke Polri.
Constansius Kolafeka menjelaskan, laporan ke KPK dan Polri, terkait dengan dugaan gratifikasi dana Coorporation Social Responsibility (CSR) PT.GBU. Olehnya itu, telah diagendakan setelah menerima laporan, KPK akan berdiskusi langsung dengan sejumlah LSM dan NGO lingkungan yang menolak aktivitas pertambangan di pulau Romang.
“Besok (hari ini) pertemuan dan langsung ada respon resmi dari KPK terhadap JATAM, karena kasus yang dibawa ke sana adalah kasus Romang. Kemudian KPK akan melakukan diskusi dengan seluruh LSM, dan OKP Cipayung,”jelasnya.
Cipayung akan menggelar pertemuan dengan Kapolri dan menyerahkan dokumen pada malam Jumat. Salah satu agenda pembicaraan dengan Kapolri adalah kaitan dengan kasus Romang. Baik dugaan gratifikasi maupun dugaan keterlibatan Polri.
OKP Cipayung juga akan menggelar pertemuan dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian. Selain dugaan gratifikasi, pembicaraan juga akan difokuskan pada dugaan keterlibatan oknum Polri yang pro terhadap tambang.
Sebelumnya mereka juga sudah bertemu dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bersama sejumlah LSM KLHK dan KKP akan turun langsung ke Romang, karena izinnya dituding melanggar Undang-Undang.
Ketua Koalisi Save Romang, Collin Leppuy mengatakan, komitmen KLHK ini disampaikan setelah koalisi Save Romang mendatangi instansi itu untuk melaporkan kasus Romang, Selasa (25/10).
“Intinya, KLHK dalam 2 minggu ke depan akan membentuk tim untuk turun langsung ke Romang. Itu pernyataan resmi dari Ibu Vivien, direktur pengaduan, pengawasan dan sanksi. Beliau sangat responsif,”kata Collin kepada Ambon Ekspres, Rabu (26/10).
Selain KLHK, koalisi Save Romang juga membawa kasus Romang ke Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan bertemu dengan Direktur Pulau-Pulau Kecil, Rido Batubara. Kementrian yang dipimpin Susi Pudjiastuti itu merespon positif aduan koalisi.
Collin mengatakan, setelah melihat dokumen laporan koalisi Save Romang, KKP berkesimpulan sementara bahwa, Surat Keputusan Gubernur Maluku nomor 260.b Tahun 2015 tentang persetujuan izin usaha pertambangan operasi produksi emas kepada perseroan terbatas Gemala Borneo Utama di Kabupaten MBD, menyalahi ketentuan Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –pulau kecil, pasal 26A.
Pasal itu berbunyi, Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan Setiap Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan/atau hayati Pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan/atau kerusakan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. “KKP menyimpulkan bahwa gubernur telah melanggar UU nomor 1 tahun 2014 pasal 26A,”ungkap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam SK gubernur tersebut tidak mencantumkan UU nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –pulau kecil, sebagai dasar pertimbangan. SK itu diterbitkan dengan menimbang SK bupati MBD nomor 540-480 tahun 2014 tentang persetujuan izin usaha pertambangan operasi produksi emas kepada perseroan terbatas Gemala Borneo Utama yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2014.
Selain ancaman kerusakan lingkungan, UU nomor 1 tahun 2014 juga telah mengisyaratkan, tidak bisa dilakukan aktivitas di Pulau Romang. Sebab, luas pulau ini hanya sekitar 7.000 hektar (Ha) berdasarkan data KKP. Dalam UU itu dijelaskan, pulau dengan luas kurang dari 20 hektar tidak dapat dijadikan sebagai lokasi aktivitas pertambangan.
Sehingga, lanjut Collin, KKP juga akan membentuk tim untuk turun langsung ke Romang. Selaian dua kementrian itu, beberapa LSM berskala nasional juga akan turun, diantara Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) serta Wahana Lingkungan Hidup (WALHI).
Dia berharap, KLHK dan KKP objektif dalam melihat kondisi Romang dan membuat keputusan.”Dan lebih mementingkan aspirasi masyarakat yang hidup di pulau Romang, yang menurut KKP luasnya hanya 7.000 Ha atau 7 kilometer,”pintanya.
Selain itu, KKP sesuai kewenangan harus mengeluarkan sanksi tegas kepada Gubernur Maluku, Said Assagaff dan Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Martha Nanlohy, karena dinilai melanggaran UU pengelolaan wilayah pesisir dan Pulau –pulau kecil.
“Dan mendesak kementrian ESDM mencabut izin PT.GBU. Harapan kita juga ke KLHK, bahwa izin pinjam pakai kawasan hutan yang diterbitkan KLHK kepada PT.GBU harus dicabut,”tambah dia. (TAB/MG2/AHA)
DEMO MAhasiswa Ambon Tentang GBU di Pulau Romang
Demo Mahasiswa Kembali Nyaris Bentrok tentang PT.GBU di pulau Romang
berita ini di lansir oleh Ambon eksprees tanggal 22 Oktober 2016
AMBON, AE.— Setelah diamuk polisi, kini elemen mahasiswa bersatu. Mereka menuntut pertanggungjawaban polisi terkait penganiayaan terhadap ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Ambon, Asrul Kaisuku. Wakil rakyat pun marah atas tindakan premanisme aparat kepolisian berseragam lengkap. Demo kemarin pun nyaris bentrok.
Tindakan polisi terhadap pembubaran massa yang menggelar demo sudah berulang kali terjadi. Tak hanya demo dua hari lalu, sebelumnya polisi juga kerap membubarkan paksa mahasiswa dan warga Romang yang berdemo menuntut Gubernur Maluku Said Assagaff mencabut ijin pertambangan PT GBU di Romang, Maluku Barat Daya.
Insiden penganiayaan terhadap Asrul terjadi dua hari lalu saat aksi mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), yang berlangsung Gong perdamaian, dalam memperingati dua Tahun masa kerja pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla.
Mereka dibubarkan secara paksa. Polisi-pun menunjukan sikap arogansinya dengan membubarkan massa yang berjumlah sekitar 30 orang itu. Tidak hanya membubarkan polisi langsung menyeret ketua KAMMI, hingga pakaiannya sobek. Ini karena ijin aksi tidak dikantongi mahasiswa.
Informasi yang diperoleh koran ini menyebutkan pada Senin lalu, sejumlah perwakilan KAMMI menyampaikan surat pemberitahuan (bukan surat izin) kepada Polres Pulau Ambon. Namun petugas jaga meminta pihak KAMMI kembali memperbaiki suratnya.
Setelah dilakukan perbaikan sesuai permintaan pihak kepolisian, keesokan harinya surat dengan perubahan yang diinginkan kembali dimasukan ke Polres. Tapi anehnya tidak ada yang mau menerima surat pemberitahuan KAMMI terkait aksi. Rabu (19/10) pihak KAMMI kembali mendatangi Polres untuk menyampaikan surat itu, namun tetap saja ditolak dengan alasan deadline waktunya harus tiga hari sebelum aksi.
Hari Kamis kemarin, sesaat sebelum dilakukan aksi, sudah ada oknum polisi yang meminta agar aksi dihentikan. Jika tetap dilakukan maka akan dibubarkan dengan alasan aksi yang tidak memiliki izin.
Mendengar ancaman ini, Pihak KAMMI Kota Ambon dan Beberapa aktivis IMM merasa pada posisi benar. Sebab niat baik untuk memberitahukan aksi unjuk rasa sudah disampaikan.
Setelah adu mulut beberapa jam, sekitar pukul 11.00 WIT mendadak Ketua KAMMI diseret dari atas tribun Lapangan Merdeka. Ketua KAMMI sebelum ditarik dan diseret, dirinya bersama para pengunjuk rasa sudah bertekad menghentikan aksi.
Ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Mereka sendiri bahkan meminta agar perjalanan mereka ke kantor DPRD untuk audens tidak dihalau. Permintaan ini juga tidak diizinkan. Dan akhirnya terjadilah tindakan tersebut.
Akibat tindakan itu, Jumat sore kemarin, ratusan mahasiswa dari KAMMI dan IMM, kembali mendatangi Mapolda Maluku, dengan mendesak kapolda copot Kapolres serta kasat Intel dan Kasat Sabahara.
Ketegangan antar polisi dan mahasiswa juga sempat terjadi digerbang utama institusi itu. Tidak hanya tegang tiga orang mahasiswa pun ikut diseret paksa oleh polisi dan diamankan kedalam Mapolda Maluku. Mereka yang diamankan itu kordinator lapangan Edy Irsan Elis, Irul Marasabessy, Madina Rumodar. Selang beberapa saat ketiga orang itu kemudian dilepaskan, aksi tetap berjalan.
Anggota Komisi A DPRD Maluku Amir Rumra, mengatakan tindakan aparat keamanaan dinilai tidak manusiawi dan sudah bertentangan dengan UU penyampaian aspirasi di depan publik bagi setiap warga Negara Indonesia.
“Negara kita adalah negara hukum, jadi ada aturan yang membolehkan setiap warga Negara berhak menyampaikan aspirasinya di depan umum, selama itu tidak bertetangan dengan aturan. Namun yang dilakukan aparat kepolisian Polres Ambon, sangatlah tidak manusiawi,”sesal politisi asal PKS itu, kepada wartawan di kantor DPRD Jumat kemarin.
Alasannya tidak ada pemberitahuan sebelumnya oleh sekelompok mahasiswa, hingga aksi dapat dibubarkan harusnya dilakukan dengan cara yang elegan. Rumra berjanji akan mendalami insiden itu, hingga memanggil kapolda Maluku secara kelembagaan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan anak buahnya.
Mahasiswa juga mengancam jika Kapolda tidak segera menindaklanjuti dugaan tindak penganiayaan secara serius, mahasiswa akan melakukan aksi lebih besar lagi.
“Kami akan membangun konsolidasi terhadap seluruh OKP baik di Kota Ambon maupun skala nasional, perwakilan OKP Cipayung diseluruh wilayah NKRI, untuk melihat persoalan ini,”ancam mahasiswa.
LBH Lapor
Tak hanya DPRD dan mahasiswa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pemuda Maluku, juga turut menyayangkan tindakan polisi. “Kami akan mengumpulkan seluruh bukti-bukti terkait dugaan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polisi itu, untuk selanjutnya kita laporkan secara resmi ke Propam Polri dan Kompolnas,” kata sekretaris LBH Pemuda Samuel Riry kepada koran ini terpisah.
Mereka juga akan melaporkan hal ini ke Komnas HAM dan Ombudsman RI. Polisi kata Riry, seharusnya tidak bertindak arogansi, karena mereka mitra bagi masyarakat.
Terpisah pihak kepolisian sendiri mengatakan, tindakan terhadap mahasiswa itu sebagai bentuk pembelaan diri, lantaran mahasiswa sendiri nekat merampas senjata api yang berada di tangan polisi.
“Kami hanya membela diri, karena mereka mau merampas senjata kami. Kami juga merasa terancam makanya kami langsung membubarkan aksi mereka,” kata sejumlah oknum anggota polisi di Mapolda Maluku kemarin.
Menanggapi hal itu, Riry mengaku, bila hal itu terjadi seharusnya polisi lebih mengutamakan langkah persuasif bukan langsung dengan cara kekerasan. (TIM)
Rabu, 19 Oktober 2016
Kebijakan Satu Peta Perlu Akomodasi Peta Partisipatif
Kebijakan Satu Peta Perlu Akomodasi Peta Partisipatif
Pemberian konsesi lahan kepada perusahaan sering menimbulkan konflik sosial karena di atas lahan itu ada hak masyarakat hukum adat. Apalagi sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan hutan adat dari hutan negara.
Deputi Bidang Operasional BP REDD+, William Sabandar, mengakui selama ini pemerintah cenderung absen dalam melindungi hak-hak masyarakat hukum adat. Untuk mengembalikan kehadirannya pemerintah menggulirkan kebijakan satu peta atau one map policy. Artinya, ada satu peta yang digunakan sebagai acuan oleh semua lembaga pemerintahan sebelum menerbitkan izin atau konsesi lahan.
Dikatakan William, kebijakan satu peta itu harus mampu mengakomodasi pemetaan partisipatif yang dilakukan masyarkat terhadap daerahnya. Setelah berkunjung ke beberapa daerah, termasuk Papua, William menjumpai masyarakat hukum adat kebingungan setelah membuat peta. Mereka tidak tahu peta itu dilaporkan kemana agar wilayah adat mereka tidak diambil alih perusahaan.
William melihat sampai sekarang belum ada aturan yang dapat memberi payung hukum terhadap peta partisipatif yang dibuat masyarakat. “Lalu bagaimana mengintegrasikan peta partisipatif itu dalam kebijakan satu peta. Itu penting sebagai bentuk pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat,” katanya dalam jumpa pers yang diselenggarakan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) di Jakarta, Rabu (12/10).
William berpendapat harus ada lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengakomodasi pemetaan partisipatif itu. Sehingga lembaga tersebut dapat menjadi mitra Badan Informasi Geospasial (BIG). Mengacu UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, BIG berwenang mengintegrasikan berbagai peta dalam kebijakan satu peta. “Harus diputuskan siapa yang bertanggung jawab mengurusi peta partisipatif itu apakah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” tukasnya.
Deputi III Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Arifin Saleh, mengatakan tren pengakuan terhadap masyarakat hukum adat semakin menguat. Itu dapat dilihat sejak terbitnya putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tentang pengukuhan hutan adat. Selain itu RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat pernah dibahas di DPR.
Dalam rangka penguatan masyarakat hukum adat, Arifin mengatakan AMAN sempat diminta masukannya oleh Tim Transisi Jokowi-JK soal prioritas program kerja pemerintah dalam setahun. AMAN mengusulkan dalam setahun pemerintah harus mengakomodasi minimal seribu peta partisipatif masyarakat dan meregistrasinya. “Peta partisipatif itu penting untuk mengurangi konflik yang kerap terjadi di wilayah masyarakat hukum adat,” urainya.
Koordinator Nasional JKPP, Deny Rahadian, mengatakan kebijakan satu peta sering disebut sebagai cara untuk mengatasi konflik agraria dan tenorial. Sekarang, ada 5,2 juta hektar wilayah masyarakat adat yang sudah dipetakan. Sayangnya, peta itu belum dapat dimasukan dalam kebijakan satu peta oleh BIG karena masalah standar pemetaan. Padahal, masyarakat hukum adat lebih tahu mana saja yang menjadi wilayah mereka.
Walau begitu Deny mengapresiasi BIG yang menyiapkan infrastruktur, sistem dan standarisasi dalam rangka melaksanakan kebijakan satu peta. Standar Operasi Prosedur (SOP) pemetaan partisipatif juga sudah diterbitkan. Bahkan proses pembentukan SOP itu melibatkan organisasi masyarakat sipil termasuk JKPP, akademisi dan peneliti.
Tapi, Deny menyorot ada perbedaan persepsi antara SOP pemetaan partisipatif yang dibentuk BIG itu dengan harapan organisasi masyarakat sipil. Sebab, SOP itu tidak memasukkan hak-hak masyarakat hukum adat/lokal. Padahal, hak-hak itu layak untuk diperhatikan.
Dari diskusi organisasi masyarakat sipil dengan berbagai lembaga pemerintah seperti BIG, UKP4, Kemenhut dan BPN dihasilkan rekomendasi agar organisasi masyarakat sipil membuat SOP pemetaan partisipatif. Lewat berbagai organisasi yang tergabung dalam JKPP, SOP itu telah dibentuk. Kemudian diharapkan SOP itu mendapat sertifikasi SNI dari Badan Standarisasi Nasional (BSN).
“Kami harap pemetaan partisipatif yang telah dilakukan masyarakat dengan mengikuti SOP tersebut dapat diakui. Lalu diintegrasikan dalam kebijakan satu peta,” usul Deny.
Setelah peta partisipatif itu masuk dalam kebijakan satu peta, Deny menginginkan agar tidak ada lagi tumpang tindih penguasaan lahan dan ruang. Jika masih ada persoalan maka pemerintah bertanggungjawab untuk menyelesaikannya.
SOP pemetaan partisipatif dari masyarakat sipil menurut Deny tidak hanya berisi rincian bagaimana membuat peta partisipatif, tetapi juga menekankan keterkaitan wilayah yang dipetakan dengan hak-hak yang dimiliki masyarakat lokal yang menempatinya. “Masyarakat adat sebagai pelaku utama karena mereka yang mengerti wilayahnya,” paparnya.
Namun Deny menyebut SOP pemetaan partisipatif bentukan organisasi masyarakat sipil itu harus melewati sejumlah proses sebelum mendapat sertifikasi SNI. Diantaranya, harus melakukan konsultasi publik dan melibatkan pakar
kasus hak ulayat di wilayah MBD Propinsi Maluku
Berbicara tentang hak ulayat di suatu wilayah
Di Negara ini banyak sekali panduan dan aturan baru termasuk dalam Permen no. 10 2016 dan juga Permen no. 5 tahun 1999 yang telah di cabut .
Contoh : Kasus Hak ulyat yang terjadi di suatu wilayah maluku tenggara barat daya (Pulau Romang ) dengan Perusahaan PT.GBU sekarang. pijakan yang terjadi adalah hak ulayat berdasarkan cerita adat yang telah di keluarkan oleh tua -tua adat dan pemerintahan jaman dulu. tetapi hal ini masih berlanjut dan belum di terima oleh masyarakat adat yang lain karena selama ini ada cerita hak ulayat ini adalah berdasarkan pemakaian lahan secara bersama.
Yang perlu di cermati adalah hak ulayat ini mulai berkuak di tengah pembangunan karena adanya keuntungan ekonomi ..sehingga timbul pemikiran dari kelompok tersebut yang harus mendapatkan keuntungan ,,sehingga muncul konflik konflik tertentu..
sekarang yang harus di pikirkan adalah duduk bersama dan mulai dengan melakukan pemetaan lahan adat tersebut, karena dalam pemetaan tersebut akan ada cerita cerita dulu yang dapat di dengar bersama dan terjadi pemahaman bersama, sehingga bisa ada kesepakatan kesepakatan yang di buat secara bersama tentang hak ulayat tersebut.
Memang dalam pelaksanaan tidak mudah..maka butuh fasilitator untuk menfasilitasi hal ini, sehingga netral dan tidak menimbulkan suatu kecurigaan tertentu dari kelompok adat di suatu wilayah.
setelah adanya kesepkatan kesepkatan dari kelompok adat tentang hak ulayat baru bisa di sandingkan dengan Undang-undnag agraria tau permen agraria sebgai dasar konstitusi.
Penegakan Hukum Konflik Agraria Terkait dengan Hak-Hak Masyarakat Adat
akarta, WARTA BPHN
Kebijakan terkait dengan masyarakat adat yang paling banyak disorot selama ini adalah di bidang tanah dan sumberdaya alam. Sebab pada lapangan itulah konflik-konflik antara masyarakat adat, instansi pemerintah dan pengusaha terus berlangsung. Kebijakan di bidang tanah dan sumberdaya alam sudah diamanatkan dalam TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. TAP MPR ini merupakan salah satu TAP MPR yang masih tetap berlaku berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status HUKUm TAP MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 serta diperkuat sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan kita oleh UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mendudukan TAP MPR secara hierarki berada di bawah UU/Perpu, demikian Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Nasional, Pocut Eliza, S.Sos. SH.,MH dalam pembukaan kegiatan Pemaparan Hasil Penelitian mengenai Penegakan Hukum Konflik Agraria yang terkait dengan Hak-Hak Masyarakat Adat yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI, Kamis (19/11).
Dari konteks kelahirannya, TAP MPR tersebut merupakan manifestasi semangat reformasi pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam supaya lebih responsif terhadap keberadaan masyarakat adat. salah satu prinsip Pembaruan Agraria adalah mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria.
Setelah ada Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 35/PUU-X/2012 Pengujian Terhadap UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara, hal ini belum menjadi menjadi landasan yang kuat bagi masyarakat. Karena Peraturan Perundang-undangan yang terkait agraria Yang terkait dengan Hak-hak Masyarakat Adat bersebaran. Untuk itu diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi antar peraturan perundang-undangan tersebut. Kondisi ini hal mudah untuk lakukan karena masih adanya ego sektoral dari masing-masing Kementerian dan lembaga yang berwenang di bidangnya masing-masing.
Melihat kondisi ini maka BPHN memandang perlu untuk melakukan diskusi publik untuk melihat secara objektif bagi para pembentuk kebijakan utamanya dalam rangka Penegakan Hukum Konflik Agraria yang terkait dengan Hak-hak Masyarakat Adat. Sehingga dapat mengetahui reaksi pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 terhadap Penyelesaian konflik Agraria serta mengetahui hambatan dan Upaya penyelesaian Penegakan Hukum Konflik Agraria Yang Terkait dengan Hak-Hak Masyarakat adat melalui mekanisme kearifan lokal. Selain itu BPHN dapat mengkaji kebijakan yang dilakukan Pemerintah dalam rangka upaya menyelesaikan Konflik Agraria yang terkait dengan hak-hak masyarakat adat. Diharapkan pada pertemuan ini akan menghasilkan masukan-masukan konkrit, objektif bagi para pembentuk kebijakan, untuk penyempurnaan Hasil Penelitian Penegakan Hukum Konflik Agraria yang terkait dengan Hak-hak Masyarakat adat oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, BPHN, pangkas Pocut Eliza.
Lain halnya disampaikan oleh Ketua Tim, Ahyar Ary Gayo, SH., MH APU. Menurut beliau bahwa konflik Agraria yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia banyak dipicu oleh alasan-alsan ketimpangan kepemilikan, penguasaan danpengelolaan sumber-suber agraria atau yang diebut ketimpangan struktur agraria.
Selanjutnya, dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara, hal ini belum menjadi kebaikan bagi masyarakat adat. Di Lapangan kiminalisasi masyarakat adat sangat tinggi dan luar biasa. Masalah dalam pengadaan tanah sskala luar untuk investasi infrastruktur, perkebunan, pertambangan dankehutanan atau istilah lebih memihak, “perampasan tanah”, sebagaimana dilaporkan oleh Komnas HAM dari tahun ketahun, selalu menjadi urutan pertama dari pengaduan rakyat.
Akibat lanjutan dari konflik agraria adalah meluasnya konflik itu sendiri, dari sekedar klaim atas tanah, sumberdaya alam dan wilayah menjadi konflik-konflik lain. Konflik agraria yang berkepanjangan menciptakan krisis sosial ekologi, termasuk yang mendorong penduduk desa bermigrasi kewilah-wilayah baru untuk mendapatkan tanah pertanian baru, atau pergi dan hidup menjadi golongan miskin kota. Hal ini menjadi sumber masalah baru di kota-kota. Lebih dari itu, artikulasi konflik dapat membentuk konflik lain seperti konflik antara petani pemilik asal tanah dengan pekerja perkebunan, konflik etnis antar penduduk asli dan pendatang, bahkan hingga konflik antar kampung atau desa, sebagian besar dilatarbelakangi oleh perebutan atas tanah, Sumber Daya Alam dan wilayah hidup. Masyarakat hukum adat saat keberadaannya seringkali terabaikan dalam pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah yang menyangkut konflik-konflik agraria yang terus terjadi sampai saat ini dan tidak jarang permasalah ini terus bergulir, tandanya. *tatungoneal
Selasa, 18 Oktober 2016
Bukti bukti media Tambang di romang vs masalah di PT.Freeport ?? Apakah sama mari kita lihat
Apakah Sama prosessnya semua karena ketidak mampuan manage yang transparan
Melihat pemberitaan untuk pengelolaan sumberdaya alam di wilayah timur memang sudah tidak lazim apaagi berbicara tentang freeport indonesia yang berada di Timika Papua..dengan beroperasinya bertahun tahun atau puluhan tahun..banyak sekali masalah yang terjadi banik tenaga kerja hingga limbah dari tambang emas tersebut..tetapi lambat laun bisa di selesaikan oleh pemerintah.
Bagaimana dengan tambang emas di pulau romang maluku tenggara barat daya, yang penuh isu dan pergolakan dimana sekarang ini saja belum masuk pada pengambilan hasil dari perut bumi, tetapi masih saja ada pertengkaran antara masyarakat di wilayah tersebut dan pemerintah dan juga investor PT GBU. apakah akan selesai pertikaian tersebut...?? hanya yang tahu adalah pemeberi ijin dengan perusahaan PT.GBU bagaimana cari menyelesiakan persoalan di masyarakat dan secara transparan..
Rabu, 12 Oktober 2016
BNPB: Perlu Penelitian Ancaman Bencana di Maluku
Ambon, 31/8 (Antara Maluku) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memandang perlu melakukan penelitian lanjutan tentang dampak dan ancaman bencana alam yang pernah terjadi Maluku guna merumuskan langkah-langkah penanganan.
Deputi Bencana Kontingensi Bagian Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Bernadus Wisnu Widjaja pada pembukaan Tabel Top Exrecise (TTX) Nasional di Ambon, Rabu, mengatakan, penelitian lanjutan terkait ancaman yang terjadi di Maluku perlu dilakukan mengingat karakteristiknya sebagai provinsi Kepulauan berbeda dari daerah lainnya di tanah air.
Selain itu, Maluku juga berada pada pertemuan tiga lempeng besar yakni Pasifik, Indo Australia, dan Eurasia. Lempeng Indo Australia masuk ke bawah Eurasia, bertemu dengan Lempeng Pasifik sehingga mengakibatkan patahan yang tidak beraturan.
"Maluku mempunyai sejarah bencana alam yang pernah terjadi beberapa puluh tahun sebelumnya, apalagi berada pada daerah pertemuan tiga lempeng besar di dunia. Ketidaktahuan masyarakat akan fenomena atau ancaman alam bisa membahayakan diri sendiri maupun secara luas," katanya.
Menurutnya, karakteristik gelombang pasang air laut sebagai akibat gempa tektonik berkekuatan besar, perlu diwaspadai melalui sosialisasi tentang dampaknya kepada masyarakat di Maluku yang umumnya bermukim di pesisir pantai.
"Ingat karakteristik tsunami itu berbeda-beda sehingga bisa memunculkan rumusan-rumusan yang tidak dapat dipahami. Karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut," ujarnya.
Dia mengemukakan, penelitian lanjutan sangat penting agar masyarakat dapat bersahabat dengan alamnya.
"Terkadang daerah yang tinggi ancaman bencana memiliki pesona alam sangat luar biasa seperti di Maluku. Namun jika masyarakatnya tidak bersahabat dengan alam, maka ancaman akhirnya tak bisa dimanfaatkan dan menjadi membahayakan serta menimbulkan bencana skala besar," tandasnya
Dia memandang, pelatihan TTX secara nasional yang dipusatkan di Maluku, sebagai salah satu langkah strategis untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan berbagai komponen masyarakat tentang bencana alam serta dampak yang ditimbulkannya.
Kegiatan tersebut yang melibatkan ahli geologi Institut Teknologi Bandung tersebut juga bermanfaat untuk mengumpulkan data terkait dengan ancaman, upaya pencegahan dan kesiap siagan terhadap bentuk ancaman atau bahaya.
Tujuannya, agar dapat meningkatkan pemahaman terhadap resiko yang terjadi, serta identifikasi permasalahan dalam menghadapi ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah kepulauan Maluku.
Sekda Maluku Hamin Bin Tahir, menegaskan, TTX nasional bermanfaat untuk menyamakan persepsi sekaligus meningkatkan kesiap siagaan berbagai komponen dan masyarakat menghadapi bencana alam yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
"Maluku tergolong daerah rawan bencana alam dengan 12 jenis ancaman, terutama gempa tektonik dan tsunami. Makanya masyarakat perlu diberikan pemahaman serta langkah-langkah antisipasi yang dilakukan sehingga mengerti dan memahaminya dengan baik agar berdampak meminimalisasi jatuhnya korban jiwa," tandasnya.
Editor: John Nikita
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Pembangunan Manusia Berbasis Gender Maluku Lambat
Ambon, 5/10 (Antara Maluku) - Pembangunan manusia berbasis gender (PMBG) Maluku pada 2015 melambat ditandai dengan menurunnya indeks pembangunan gender (IPG) yakni 92,54.
"IPG Maluku 92,54 pada 2015 itu menurun sebesar 0,01 poin dibanding dengan 2014 yang sebesar 92,55," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku, Dumangar Hutauruk di Ambon, Rabu.
Menurutnya, pembangunan gender di Maluku pada 2015 mengalami perkembangan ditandai dengan meningkatnya indeks pemberdayaan gender (IDG) yang mencapai 77,15.
Angka 77,15 ini ternyata menurun sebesar 0,17 poin dibandingkan dengan 2014 yang sebesar 76,99.
Dumangar mengatakan, IPG diperkenalkan pertama kali oleh UNDP pada 1995.
UNDP menggunakan metode lama hingga 2009. Pada metode lama tersebut IPG tidaK mengukur langsung ketimbang antar gender yang terjadi, namun hanya disparitas dari masing-masing komponen IPM untuk setiap gender.
Selain itu angka IPG metode ini tidak bisa diinterpretasikan terpisah dari IPM.
"Perhitungan IPG berhenti dilakukan oleh UNDP pada 2010 hingga 2013. Selanjutnya pada 2014 UNDP kembali melakukan penghitungan IPG dengan menggunakan metode baru," ujarnya.
Perubahan metode ini, lanjutnya, merupakan penyesuaian dengan perubahan yang terjadi pada IPM. Selain sebagai penyempurnaan dari metode sebelumnya.
IPG metode baru ini merupakan pengukuran langsung terhadap ketimpangan antar gender dalam pencapaian. IPM pada metode baru ini digunakan rasio IPM perempuan maupun laki-laki.
Editor: John Nikita
COPYRIGHT © ANTARA 2016
LSM berkata Masyarakat Maluku Inisiatif Hadapi Perubahan Iklim
Ambon, 1/10 (Antara Maluku) - Direktur Yayasan Pengembangan Alam Raya dan Masyarakat Niaga Ambon Marthin F. Haulussy mengatakan masyarakat Maluku sejak dahulu berinisiatif menghadapi perubahan iklim melalui kearifan lokal.
"Mengatasi bencana yang mengancam keselamatan hidup manusia, sudah dilakukan sejak leluhur lewat kearifan budaya lokal masyarakat adat Maluku," kata Marthin di Ambon, Sabtu.
Menurut dia, warisan kearifan budaya masyarakat adat yang dikenal sebagai aturan adat sasi yang ditegakkan oleh Lembaga Adat Kewang merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan negeri (desa adat).
"Sasi adalah larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian lingkungan demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (flora dan fauna) alam tersebut," kata Penerima Piagam Penghargaan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan Tahun 2003 ini.
Ia mengatakan mayoritas kepemilikan lahan di Maluku merupakan hak ulayat masyarakat adat. Aturan adat sasi dan lembaga kewang telah diakui sebagai aset global, sehingga penegakan aturan adat sasi secara berkelanjutan merupakan warisan para pendahulu atau leluhur masyarakat adat.
Karena itu, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan pembangunan, termasuk kaum transmigran perlu menghargai warisan kearifan budaya lokal masyarakat Maluku. Sehingga kegiatan pembangunan apapun tidak merusak lingkungan baik di wilayah daratan maupun wilayah laut, lanjutnya.
"Pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota harus memperkuat dan menegakkan warisan kearifan budaya masyarakat adat Maluku, jangan memprioritaskan kepentingan ekonomi dan politik karena akan menimbulkan konflik kepentingan di masa depan," kata Marthin.
Karena itu, menurut dia, dalam kegiatan program pembangunan apapun yang dirancang atau direncanakan, masyarakat adat perlu dilibatkan sebagai subyek bukan obyek, seperti yang terjadi selama ini.
"Kegiatan pembangunan seperti alih fungsi lahan dapat merusak lingkungan, seperti pembalakan liar yang masuk dalam kawasan hutan hak ulayat masyarakat adat, ini sangat merugikan seperti yang terjadi selama ini di pulau Buru dan Seram," tegas Penerima Piagam Tanda Kehormatan Satya Lencana Pembangunan Tahun 2013 ini.
Masyarakat adat dalam menghadapi perubahan iklim saat ini, kata dia, terlihat lemah terutama hak-hak pengelolaan hutan dalam hak ulayat masyarakat adat, apalagi meningkatnya pemanfaatan sumber daya hutan pulau-pulau kecil di Maluku.
"Ini harus menjadi isu penting untuk dikelola secara arif dan bijaksana, karena kekuatan ekonomi kapitalis akan memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap aksistensi kualitas lingkungan dan sumberdaya alam," katanya.
Editor: John Nikita
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Selasa, 11 Oktober 2016
Peristiwa Sumber daya alam di MBD di curi tidak sesuai Undang Undang
Senin, 10 Oktober 2016
kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan MIneral (emas, batubara,dll )
kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan
Oleh: rusniar
NIM:14010101139
Kerusakan lingkungan akibat pertambangan
Kata kunci: kerusakan lingkungan.
Makalah ini dilatar belakangi oleh kegiatan pertambangan yang banyak merusak lingkungan,yang berdampak sangat buruk bagi kehidupan manusia. Melalui makalah ini kita dapat mengetahui berbagai masalah atau kerusakan yang di akibatkan oleh kegiatan pertambangan yang tidak dikelola dengan baik, dan benar sehingga mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan seperti keruskan tanah,air,udara,laut,serta hutan. Oleh karena itu sebaiknya kita dapat mengelola kegiatan pertambangan dengan baik,agar tidak memberikan dampak yang buruk.hal ini menarik perhatian saya untuk mengetahui sejauh mana kerusakan atau dampak buruk yang di timbulkan akibat aktivitas pertambangan yang tidak dikelola dengan baik. Adapun rumusan masalah: A). apa pengertian pertambangan, B). apa pengertian pencemaran lingkungan C) .bagaimana salah satu teknik pertambangan D) bagaimana Dampak negatif dari aktivitas penambangan emas. E. Bagaimana Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Alternatif Solusi. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah 1) untuk mengetahui pengertian dari pertambangan, 2) untuk mengetahui pengertian dari pencemaran lingkungan, 3) untuk mendiskripsikan bagaimana salah satu teknik penambangan khusunya penambangan emas, 4) untuk mengetahui bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan emas, 5) mendiskripsikan bagaimana rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan alternatif solusi. kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah: kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan khususnya penambangan emas: 1)kerusakan tanah 2) kerusakan air 3) kerusakan udara 4)kerusakan hutan.
PENDAHULUAN
A. Pengertian pertambangan
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).Indonesia merupakan salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia.Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
B. Pengertian pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).[1]
Sebagai negara yang mempunyai julukan pari-paru dunia, indonesia mempunyai banyak sekali pulau yang terselimuti oleh hutan lebat. Namun pada bebrapa dekade belakang ini,banyak negara mengencam akan kelestarian alam yang terjadi di indonesia. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya industri-industri pertambangan yang mulai muncul di indonesia. Tak pelak industri pertambangan baru tersebut melakukan sesuatu hal yang merusak lingkungan agar mendapatkan keuntungan yang besar.Berkurangnya sumber keseimbangan alam seperti hutan, air dan tanah yang subur sebagian besar disebabkan oleh kegiatan pertambangan yang menghasilkan polutan yang sangat besar sejak awal eksploitasi sampai proses produksi dan hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan faktor kelestarian lingkungan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk terbesar. Angka pertumbuhan penduduk negara indonesia pun cukup besar, hal tersebutlah yang mneyebabkan kenaikan yang begitu besar akan ketergantungan hasil tambang,baik minyak,batubara,emas,ataupun gas. Semakin besar skala kegiatan pertambangan,makin besar pula areaa dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiaaatan pertambangan dapat bersifat permanen,atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula.[2]
C. Teknik Penambangan emas
1) Penambang menggali tanah di perbukitan menggunakan linggis, sekop serta pacul. Tanah yang telah digali kemudian diencerkan dengan air. Air ini berasal dari sebuah kali kecil dekat tempat penggalian tanah. Karena tempat penggalian lebih tinggi dari sumber air, maka air disedot keatastempat penggalian menggunakan pompa.
Gambar Aktivitas penambangan emas secara tradisional (Dok Penulis 2012)
2) Di dekat tempat penambang menggali tanah dibuat saluran yang menuju kali kecil tempat dimana mereka menggambil air untuk mengencerkan tanah. Tanah yang sudah diberi air dan sedikit basah kemudian disekop kearah saluran. Tanah diaduk-aduk menggunakan sekop agar sedikit encer, lalu dialirkan bersama air menuju saluran yang lebarnya sekitar 1 meter. Didalam saluran di susun-susun batu-batu kecil secara berjenjang guna memperlambat aliran, agar tanah mudah terendapkan di dalam karpet.
Gambar Proses penambatan tanah masuk kedalam karpet (Dok Penulis 2012)
3) Tanah yang turun kemudian diendapkan di dalam karpet yang kedua sisinya disanggah menggunakan beberapa kayu balok. Tanah yang terperangkap di dalam karpet kemudian diangkat dan dimasukan kedalam kuali. Tanah yang masuk kedalam kuali kemudian digoyang-goyang bersama air, untuk mengeluarkan butiran-butiran tanah kasar. Setelah digoyang-goyang akan tampak pasir hitam yang menurut penambang disebut "pasir penghantar emas". Setelah digoyang-goyang lama-kelamaan akan nampak serbuk-serbuk halus berwarna agak kekuning-kuningan.
Gambar Proses pendulangan emas menggunakan kuali (Dok Penulis 2012)
4) Serbuk-serbuk halus yang berwarna kekuning-kuningan ini kemudian dikumpulkan sampai banyak atau menurut para penambang harus mencapai 1 kaca baru bisa dijual. Selanjutnya serbuk-serbuk ini akan ditaruh diatas sendok lalu dipanaskan dengan api hingga warna keemasan tampak lebih cerah, serta pengotor yang ikut menempel bersama serbuk emas hilang.
5) Kemudian serbuk emas hasil pembakaran ini dikemas dalam kertas rokok. Kalau hasil dulang penambang sudah banyak atau bernilai ekonomis, langsung dijual ke toko emas atau perhiasan. Serbuk emas ini jika dikumpulkan mencapai 1 kaca, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp. 40.000 dan kalau hasil dulangan penambang bisa mencapai 1 gram, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp 400.000. Karena penambangan ini dilakukan secara berkelompok, maka uangnya akan dibagi bersama.[3]
D.Dampak negatif dari penambangan emas
a).Dampak negatif terhadap lingkungan
Berikut dampak-dampak negatif yang mungkin timbul akibat adanya aktivitas penambangan emas :
Ø Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada diatasnya akan mati. [4]
· Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
Dari hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di lapangan ditemukan bahwa aktivitas penambangan berpotensi meningkatkan ancaman tanah longsor. Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang menggali bukit tidak secara berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak bukaan penggalian yang tidak teratur dan membentuk dinding yang lurus dan menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat mengancam keselamatan jiwa para penambang.
Gambar 2.7. Aktivitas penggalian tanah (Dok Penulis 2012)
· Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah
Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak melakukan upaya reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan begitu saja areal penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan bahwa penambang membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat gersang. Bahkan penggalian yang terlalu dalam membetuk kolam-kolam pada permukaan tanah yang kedalamannya mencapai 3-5 meter.
Gambar 2.8. Areal bekas penggalian tanah dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya reklamasi berupa penghijauan (Dok Penulis 2012)
· Erosi tanah
Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami erosi dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang berada di dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi kanan dan kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai, akibat diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan dengan memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.[5]
Ø Air
Penambangan secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. [6]
· Sedimentasi dan Menurunnya Kualitas Air
Aktivitas penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran kali membuat air menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran primer yakni kali Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut meningkatkan jumlah transport sedimen.
Gambar 2.9. Menurunnya kualitas air sungai akibat pembuangan tanah sisa penambangan kedalam aliran air (Dok Penulis 2012)
Ø Hutan
Penambangan dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa. .
Ø Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan terjadi pada saat aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di sekitar laut tersebut.[7]
b).Dampak terhadap manusia
Dampak pencemaran Pencemaran akibat penambangan batubara terhadap manusia, munculnya berbagai penyakit antara lain :
1. Limbah pencucian zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. Kaarena Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau lambung. Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat.
2. Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya.produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai logam berat : seperti arsenik, timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium, tembaga, molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya jika dibuang di lingkungan.
3. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan emas juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air Penambangan Batubara secaralangsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah penducian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian emas tersebut. Limbah pencucian emas setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.[8]
E. Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Alternatif Solusi
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.[9]
No
Dampak Lingkungan
Upaya Pengelolaan Lingkungan
1.Meningkatnya ancaman tanah longsor dan gerakan massa tanah (mass movement)
Perlu dilakukan penggalian tanah secara berjenjang (trap-trap)
2.Erosi dan Sedimentasi
Perlu dibangun check-dam untuk mencegah pelumpuran pada saluran pengairan umum (drainase) maupun saluran induk, yakni kali Anafre.
Kali kecil yang digunakan airnya oleh pendulang untuk memisahkan emas dengan tanah harus dipasang bronjong kawat, guna memperlambat erosi pada tebing sungai.
3.Pengupasan tanah pucuk dan menghilangnya vegetasi akibat kegiatan penggalian tanah.
Perlu dilakukan upaya reklamasi, seperti melakukan reboisasi di areal bekas penggalian.
Setelah melakukan penggalian jangan meninggalkan lubang penggalian begitu saja, sebaiknya lubang penggalian ditimbun terlebih dahulu sebelum pindah ke tempat lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aktivitas pertambangan yang tidak dikelolo dengan baik mengakibatkan berbagi keruskan lingkungan seperti kerusakan tanah,air,hutan,laut,selain itu juga memiliki dampak terhadap manusia seperti Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya. Adapun pencegahan pencemaran dapat dilakukan dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan penambangan kita juga perlu memperhatikan pengelolaan lingkungan agar tidak berdampak buruk. Dengan demikian tidak hanya keuntungan finansial saja yang kita dapatkan tetap kesehatan kita juga tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Ø http://www.wedaran.com/6165/dampak-negatif-pertambangan-terhadap-lingkungan-hidup/
Ø http://vodca-stinger.blogspot.com/2012/11/dampak-pertambangan-dan-solusi.html
Ø http://marluganababan-electrical.blogspot.com/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html
Ø http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9
[1] Marluganababan,”dampak negatif kegitan pertambangan” http://marluganababan-electrical.blogspot.com/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html, diakses pada 29 desember 2014
[2]Wedaran”dampak negatif pertambangan terhadap lingkungan hidup” http://www.wedaran.com/6165/dampak-negatif-pertambangan-terhadap-lingkungan-hidup/ diakses pada 29 desember 2014.
[3] Lorens,”Identifikasi Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tradisional di Polimak IV Kota Jayapura (Tahun 2012)”, http://lorenskambuaya.blogspot.com/2014/08/identifikasi-dampak-lingkungan-akibat.html.diakses pada 29 desember 2014.
[4] Learnmine,”makalah batubara dampak dan solusi”,http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9,diakses pada 29 desember 2014.
[5] Lorens,”Identifikasi Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tradisional di Polimak IV Kota Jayapura (Tahun 2012)”, http://lorenskambuaya.blogspot.com/2014/08/identifikasi-dampak-lingkungan-akibat.html.diakses pada 29 desember 2014.
[6] Learnmine,”makalah batubara dampak dan solusi”,http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9,diakses pada 29 desember 2014.
[7]Learnmie,”dampak dan solusi kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara,http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9,diakses pada 29 desember 2014
[8]Dampak pertambangan dan solusinya, http://vodca-stinger.blogspot.com/2012/11/dampak-pertambangan-dan-solusi.html diakses pada tanggal 29 desember 2014.
[9] Fredi nababan,dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan, http://marluganababan-electrical.blogspot.com/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html. diakses pada tanggal 29 desember 2014.
Minggu, 09 Oktober 2016
Ahli Lingkungan Unpatti: Jika Temukan Kerusakan Lingkungan di Romang Kami Rekomendasikan Tambang Ditutup (APAKAH BENAR)
KILASMALUKU.com- Diskusi terbuka antara DPRD Maluku, Mahasiswa asal Maluku Barat Daya (MBD) dan Tim Independen dari Universitas Pattimura, membuka beberapa hasil kajian dan analisis dampak lingkungan di lokasi tambang emas di Pulau Romang, MBD.
Tim independen yang beranggotakan beberapa pakar lingkungan dari Unpati memaparkan penemuannya saat meninjau Pulau Romang, guna memastikan informasi pencemaran lingkungan di area tersebut.
Kajian dan analisis yang kami lakukan sangat teliti. Jika menemukan adanya kerusakan lingkungan di Romang maka kami rekomendasikan tambang ditutup. Namun kami tidak menemukan adanya kerusakan lingkungan seperti yang diributkan.Semua masih baik tanpa tercemar,” ujar Jusmy Putuhena, salah satu anggota tim Independen Unpatti, dalam diskusi terbuka, Jumat (15/7).
Menurutnya, hingga saat ini terhitung sudah lima kali melakukan peneilitian di Romang, yakni tahun 2012 dimulai dengan sosialisasi, 2013 penelitian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan tahun 2014-2016 melakukan pemantauan lingkungan.
Jusmy mengatakan, dirinya bersama bersama tim independen baru saja melakukan kajian dan anilisis terkait informasi yang diungkapkan oleh sejumlah masyarakat kalau lingkungan berada di seputaran lokasi tambang telah tercemar.
Namun nyatanya, setelah melakukan analisis dan penelitian, tim tidak menemkan kerusakan maupun pencemaran lingkungan.
Selain itu kata Jusmy tim juga melakukan penjaringn informasi dari masyarakat soal produksi pertanian dan perikanan yang mengalami penurunan produksi.
“Ternyata informasi tersebut tidak benar. Produksi pertanian seperti madu masih lancar, dimana kebanyakan hasil madu dijual ke perusahaan. Produksinya memang mengalami penurunan karena sudah banyak petani madu yang bekerja di perusahaan.” Ungkap Jusmy.
Sama halnya dengan perikanan, tidak ada penurunan akibat faktor tambang. Kecuali jumlah nelayannya yang berkurang karena sudah bekerja di perusahaan.
Dirinya juga membandingkan tingkat kepercayaan tahun ini mengalami penurunan hingga 80 persen jika dibandingkan tahun kemarin 99 persen. Hal tersebut diakibatkan oleh isu-isu yang dimainkan oleh pihak tertentu, diantarana isu pulau romang akan tenggelam, pencemaran dan lain sebagainya.
“Untuk itu, saya meminta kepada masyarakat agar melihat yang sebenarnya dengan langsung turun ke lokasi, bukan melihat dengan telingga,” tuturnya.
Sejalan dengan itu, Camat Romang AJ Ezauw yang ikut hadir dalam diskusi membenarkan tidak ada penurunan produksi perikanan akibat tambang. Menurutnya, penurunan tersebut disebabkan oleh musim serta terserangnya rumput laut oleh hama.
Meski begitu pihaknya akan melakukan koordinasi bersama Dinas perikanan dan kelautan Maluku untuk produktifitas budidaya rumput laut di Romang.
Ezauw juga mengklarifikasi isu yang mengatakan Gubernur, Bupati, Kepala Dinas ESDM Maluku hingga Camat, telah menjual Romang. Kabar itu sangat menyesatkan dan tidak bisa dipertangunggjawabkan.
“Foto yang tersebar merupakan foto saat perusahaan membayar kontrak lahan dalam hal tanam tumbuh. Namun pada prinsipnya, pemerintah tetap berada ditengah untuk menjembatani demi kelanjaran kehidupan masyarakat,” teragnya. (klm/YANTO)
Melihat hal ini..apakah benar UNPATTI berdiri secara indenpedent meau mengatakan ada kerusakan lingkungan di romang ..pada UNPATTI di bayar oleh perusahaan..... ????????? sebagai masyarakat dan pemerintah di maluku harus lebih jeli dan kritis...,melihat hal ini...
Selasa, 04 Oktober 2016
Kajian Risiko bencana di kota ambon dan peta rawan bencana belum di lakukan
Kajian Resiko bencana di kota ambon dan peta rawan bencana belum di lakukan
By : Blasius jabarmase
Berdasarkan topografi yang ada di daerah kota ambon , terdapat sungai dan bukit-bukit yang mana telah banyak memakan korban. hal ini menurut masyarakat di daerah kecamatan sirimau ambon dan sekitar bahwa tanah lonsor pernah terjadi di tahun 2016. dan memakan korban menurut media di ambon terdapat 161 Lokasi Banjir dan Tanah Longsor di Ambon, Warga Harus Waspada. sejumlah titik, seperti di Kelurahan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, kawasan Bere-Bere, Amahusu, Batu Gaja, hingga sejumlah titik di Kecamatan Sirimau. di bawah ini ini terbukti sejumlah kejadian banjir sebagai berikut :
"Ada sejumlah titik longsor yang terjadi di Ambon, seperti yang terjadi di Kudamati, Bere-Bere, Batu Gaja, Amahusu, dan sejumlah titik lainnya di Kecamatan Sirimau," kata Kepala BPBD Kota Ambon Enrico Matitaputty kepada Kompas.com.
Selain di sejumlah kawasan tersebut, tanah longsor terjadi di Kecamatan Leitimur Selatan. Longsoran terjadi tepat di kawasan hutan menuju Desa Leihari.
Material longsoran langsung menutup badan jalan sehingga akses menuju sejumlah desa di kawasan pegunungan Ambon itu tidak bisa dilewati kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun roda empat.
"Sampai saat ini material longsoran belum bisa diangkat sehingga kita belum bisa melewati jalur tersebut," ujar Markus Maitimu, salah seorang warga Leitimur Selatan.
Akibat jalan yang tertutup material longsoran, banyak kendaraan yang terpaksa berbalik arah karena tidak bisa melewati jalur tersebut.
"Kami juga tadi balik karena tidak bisa melewati jalur itu. Saya tidak tahu persisnya jam berapa, tetapi yang jelas longsoran itu terjadi saat hujan deras tadi," ujar dia.
Warga lainnya sempat berusaha memindahkan material longsoran berupa batu dan pepohonan yang berada di badan jalan. Namun, kendaraan belum bisa lewat karena banyaknya material longsoran yang menutup badan jalan.
Ambon- Hujan yang mengguyur Kota Ambon sejak Jumat hingga Minggu menyebabkan terjadinya banjir dan longsor di sejumlah wilayah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Ambon mendata kurang lebih sebanyak 161 lokasi bencana banjir dan tanah longsor di lima kecamatan di Ambon.
Lima kecamatan di Ambon terdapat titik bencana banjir maupun tanah longsor yang disebabkan tingginya intensitas curah hujan sejak Jumat (15/7), kata Kepala BPBD kota Ambon, Enrico Matitaputty, Minggu, dilansir Antara.
Menurut dia, setiap kecamatan terdapat titik bencana yakni kecamatan Nusaniwe terdapat empat titik banjir dan 16 titik longsor yang berdampak pada 16 rumah.
Kecamatan Sirimau sebanyak 16 titik banjir dan longsor pada 77 titik, Baguala 10 titik banjir yang menyebabkan 177 rumah terendam dan longsor di 10 titik.
Sedangkan kecamatan Teluk Ambon sebanyak 20 titik banjir yakni 97 rumah terendam dan tiga titik longsor, serta Leitimur Selatan tidak ada titik banjir dan longsor lima titik di bahu jalan.
“Kami masih terus melakukan pendataan di sejumlah lokasi dan berharap tidak terjadi kerusakan parah yang diakibatkan bencana banjir dan longsor,” katanya.
Enrico mengatakan, pihaknya juga masih terus mendata terkait jumlah korban jiwa serta warga yang mengungsi akibat banjir dan longsor.
“Sampai saat ini tidak ada korban jiwa dan daerah yang terisolir akibat bencana tersebut, kami berupaya agar tidak terjadi kerusakan dan korban jiwa,” ujarnya.
Diakuinya, data BMKG curah hujan dengan intensitas sedang dan lebat diperkirakan masih akan terjadi beberapa hari ke depan.
Walaupun banjir telah surut, pihaknya terus mengimbau warga untuk tetap siaga menghadapi bencana, dengan menghindar dari titik lokasi rawan bencana ke tempat yang aman.
Ia menambahkan, pihaknya juga telah menyalurkan bantuan tanggap darurat kepada masyarakat seperti karung sebanyak 15.000 buahm terpal 500 dan gerobak sampah 20 dan sekop 20 buah. Selain itu tikar dan alkon di kawasam Batu Merah.
“Kami juga telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial kota Ambon untuk menyalurkan pangan siap saji kepada masyarakat. Kami juga menyiagakan posko bencana di kantor BPBD,” ujar Enrico.
Sementara itu, satu rumah warga Negeri Batumerah Dalam tertimbun tanah longsor. “Matrial tanah yang longsor itu memang masuk rumah milik warga bernama Andy Priyono dan hanya menimbulkan kerugian material dan tidak sampai mengakibatkan korban jiwa atau luka-luka,” kata salah satu warga setempat, Didin, di Ambon, Minggu.
Akibat bencana tersebut, warga saling membantu membersihkan material tanah dan mengangkat barang milik korban yang masih bisa diselamatkan.
Menurut Didin, BPBD Kota Ambon juga telah mendatangi korban untuk menyalurkan bantuan makanan dan terpal ukuran besar guna menutupi dinding tanah tebing yang longsor agar tidak terkena guyuran air hujan secara langsung.
Kawasan Batumerah Dalam juga merupakan lokasi padat perumahan penduduk, termasuk asrama militer yang diapit dua bukit dan berada di bantaran sungai sehingga lokasi ini sangat rentan terhadap ancaman bahaya banjir dan tanah longsor saat musim hujan.
Hujan lebat yang melanda Kota Ambon dan sekitarnya secara terus-menerus telah menyebabkan tanah longsor di kawasan Batugajah pada Sabtu, (16/7) dan mengakibatkan luapan banjir di sejumlah ruas jalan raya setinggi tumit hingga betis orang dewasa.
Bahkan cuaca yang buruk dan ekstrim ini membuat sejumlah warga Kota Ambon merasa resah karena sanak keluarganya yang datang dari Leksula, Namrole, dan Ambalauw, Kabupaten Buru menggunakan KM. Elizabeth II terlambat masuk pelabuhan Slamet Ryadi Ambon akibat kerusakan mesin serta gelombang tinggi.
Cuaca buruk ini juga diprediksi akan terus bertahan hingga beberapa hari ke depan sesuai prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pattimura Ambon.
bagaimana perhatian pemerintah daerah kota ambon dengan hal ini ???? sedangkan kajian resiko bencana belum dilakukan dan juga peta rawan bencana belum di buat sehingga tidak ada informasi yang jelas ke masyarakat. (BJ)
Kamis, 29 September 2016
Kepulauan di Maluku Tenggara Barat (Atubul-Da), Pulau Romang , dan Pulau Haruku
Kepulauan Di Kabupaten MTB (Atubul-da)
Kepulauana MTB menyimpan banyak keindahan sumberdaya alam , terdapat sumberdaya alam hutan dan laut.
Memang kepualauan ini jarang di kenal dan diketahui oleh banyak orang kecuali yang sudah pernah kesana .
Apabila mau melakukan diving di pulau ini sangat baik sekali..dan juga di daerah kampung Atubul-da terdapat dua pulau besar di tenagh laut yaitu pulau New Smesh dan kore.
Dimana di pulau tersebut terdapat jenis ketam kenari yang di lindungi . daerah ini memang terkesan dan masih memiliki tatanan adat yang kuat sehingga memerlukan proses - proses adat yang harus di taati bagi orang yang baru mengungjungi..bisa dilihat di bawah ini gambar pantai dan kedua pulau tersebut :
Kepulauan Romang terdapat Kampung Hila
kepulauan Romangterdapat di daerah kabupaten baru yaitu MBD (Maluku Tenggara barat), pulau ini biasa di sebut dengan nama lain Riomna Wiyatna..dengan luas kecamatan 1.129,6 km 2.
Wilayah kampung hila ini berbukit ,dan untuk kampung yang tua adalah jerusu.. dan kampung yang baru adalah solath dan satu dusun yaitu Oirelili..
Kepulauan Haruku Maluku tengah Propinsi Maluku
Di antara semua jenis dan bentuk sasi di Haruku, yang paling menarik dan paling unik atau khas desa ini adalah sasi ikan lompa (Trisina baelama; sejenis ikan sardin kecil).
Jenis sasi ini dikatakan khas Haruku, karena memang tidak terdapat di tempat lain di seluruh Maluku. Lebih unik lagi karena sasi ini sekaligus merupakan perpaduan antara sasi laut dengan sasi kali. Hal ini disebabkan karena keunikan ikan lompa itu sendiri yang, mirip perangai ikan salmon yang dikenal luas di Eropa dan Amerika, dapat hidup baik di air laut maupun di air kali. Setiap hari, dari pukul 04.00 dinihari sampai pukul 18.30 petang, ikan ini tetap tinggal di dalam kali Learisa Kayeli sejauh kuranglebih 1500 meter dari muara. Pada malam hari barulah ikan-ikan ini ke luar ke laut lepas untuk mencari makan dan kembali lagi ke dalam kali pada subuh hari. Yang menakjubkan adalah bahwa kali Learisa Kayeli yang menjadi tempat hidup dan istirahat mereka sepanjang siang hari, menurut penelitian Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon, ternyata sangat miskin unsur-unsur plankton sebagai makanan utama ikan-ikan. Walhasil, tetap menjadi pertanyaan sampai sekarang: dimana sebenarnya ikan lompa ini bertelur untuk melahirkan generasi baru mereka?
Minggu, 18 September 2016
Perka BNPB No. 1/2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana
Perka BNPB No. 1/2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana. Salah satu strategi untuk mewujudkan hal ini adalah melalui pengembangan desa/kelurahan tangguh terhadap bencana dengan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK). Dalam PRBBK, proses pengelolaan risiko bencana melibatkan secara aktif masyarakat dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kemampuannya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melaksanakan PRBBK dengan mengembangkan program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Destana). Program Destana dari tahun 2012 s/d 2015 mencapai 266 desa/kelurahan di seluruh Indonesia. Dalam tahun 2016, rencananya BNPB akan mengembangkan Destana ke 100 desa/kelurahan lagi.1 Sebagai rujukan dalam mengimplementasikan program Destana adalah Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Perka BNPB No. 1/2012). Peraturan ini ditetapkan oleh Kepala BNPB, Syamsul Maarif pada tanggal 10 Januari 2012 di Jakarta. Tujuan Perka BNPB No. 1/2012 adalah untuk:
Memberikan panduan bagi pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam pengembangan Destana sebagai bagian upaya PRBBK.
Memberikan acuan pelaksanaan pengembangan Destana bagi aparatur pelaksana dan pemangku kepentingan pengurangan risiko bencana (PRB).
Ruang lingkup pedoman ini berlaku untuk pengembangan desa/kelurahan tangguh di kabupaten/kota yang rawan bencana. Pedoman juga dapat digunakan sebagai acuan dalam memasukkan unsur-unsur PRB ke dalam program-program lain di tingkat desa/kelurahan, yang dilakukan oleh pemerintah maupun mitra-mitra non-pemerintah. Isi peraturan ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu batang tubuh Perka BNPB No. 1/2012 (3 pasal dan 3 halaman) dan lampiran pedoman (41 halaman). Substansi isi peraturan terdapat dalam lampiran pedoman tersebut. Struktur isi pedoman dalam Perka BNPB No. 1/2012 antara lain:
Bab I Pendahuluan (Latar Belakang; Tujuan; Landasan Hukum; Ketentuan Umum; Ruang Lingkup dan Sistematika)
Bab II Kebijakan dan Strategi (Kebijakan; Strategi).
Bab III Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Prinsip-prinsip; Kriteria Umum; Peran Pemerintah di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan
Bab IV Kegiatan dalam Rangka Mengembangkan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Pengkajian Risiko Desa/Kelurahan; Perencanaan PB dan Perencanaan Kontinjensi Desa/Kelurahan; Pembentukan Forum PRB Desa/Kelurahan; Peningkatan Kapasitas Warga dan Aparat dalam PB; Pemaduan PRB ke dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan dan Legalisasi; Pelaksanaan PRB di Desa/Kelurahan; Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Program di tingkat Desa/Kelurahan).
Bab V Penutup.
Lampiran.
Hal-hal dasar dalam peraturan ini menyangkut pengertian masyarakat, desa/kelurahan, dan desa/kelurahan tangguh bencana. Disini masyarakat atau komunitas dimaknai sebagai kelompok orang yang hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu, yang dapat memiliki ikatan hukum dan solidaritas yang kuat karena memiliki satu atau dua kesamaan tujuan, lokalitas atau kebutuhan bersama; misalnya, tinggal di lingkungan yang sama-sama terpapar pada risiko bahaya yang serupa, atau sama-sama telah terkena bencana, yang pada akhirnya mempunyai kekhawatiran dan harapan yang sama tentang risiko bencana.
Sementara itu pengertian desa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32/2004). Pengertian desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan pengertian kelurahan adalah sebuah unit administrasi pemerintah di bawah kecamatan yang berada dalam sebuah kota. Kelurahan setara dengan desa, yang merupakan bagian dari kecamatan yang berada di kabupaten, tetapi kelurahan hanya memiliki kewenangan yang terbatas dan tidak memiliki otonomi luas seperti yang dimiliki sebuah desa.
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pascabencana. Dalam Destana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjamin keberkelanjutan.
Tujuan khusus pengembangan Destana ini adalah:
Melindungi masyarakat di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana.
Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi PRB.
Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi PRB.
Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli.
Komponen-komponen Destana antara lain: (1) Legislasi, (2) Perencanaan, (3) Kelembagaan, (4) Pendanaan, (5) Pengembangan kapasitas, dan (6) Penyelenggaraan PB. Strategi untuk mewujudkan Destana antara lain meliputi:
Pelibatan seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan secara fisik, ekonomi, lingkungan, sosial dan keyakinan, termasuk perhatian khusus pada upaya pengarusutamaan gender ke dalam program.
Tekanan khusus pada penggunaan dan pemanfaatan sumber daya mandiri setempat dengan fasilitasi eksternal yang seminimum mungkin.
Membangun sinergi program dengan seluruh pelaku (kementerian/lembaga atau K/L, organisasi sosial, lembaga usaha, dan perguruan tinggi) untuk memberdayakan masyarakat desa/kelurahan.
Dukungan dalam bentuk komitmen kebijakan, sumber daya dan bantuan teknis dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pemerintah desa sesuai kebutuhan dan bila dikehendaki masyarakat.
Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan potensi ancaman di desa/kelurahan mereka dan akan kerentanan warga.
Pengurangan kerentanan masyarakat desa/kelurahan untuk mengurangi risiko bencana.
Peningkatan kapasitas masyarakat untuk mengurangi dan beradaptasi dengan risiko bencana.
Penerapan keseluruhan rangkaian manajemen risiko mulai dari identifikasi risiko, pengkajian risiko, penilaian risiko, pencegahan, mitigasi, pengurangan risiko, dan transfer risiko.
Pemaduan upaya-upaya PRB ke dalam pembangunan demi keberlanjutan program.
Pengarusutamaan PRB ke dalam perencanaan program dan kegiatan lembaga/institusi sosial desa/kelurahan, sehingga PRB menjiwai seluruh kegiatan di tingkat masyarakat.
Upaya PRB yang menempatkan warga masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sebagai pelaku utama, sebagai subyek yang berpartisipasi dan bukan obyek, akan lebih berkelanjutan dan berdaya guna. Masyarakat yang sudah mencapai tingkat ketangguhan terhadap bencana akan mampu mempertahankan struktur dan fungsi mereka sampai tingkat tertentu bila terkena bencana. Program Destana dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: (1) Bencana adalah urusan bersama, (2) Berbasis PRB, (3) Pemenuhan hak masyarakat, (4) Masyarakat menjadi pelaku utama, (5) Dilakukan secara partisipatoris, (6) Mobilisasi sumber daya lokal, (7) Inklusif, (8) Berlandaskan kemanusiaan, (9) Keadilan dan kesetaraan gender, (10) Keberpihakan pada kelompok rentan, (11) Transparansi dan akuntabilitas, (12) Kemitraan, (13) Multi ancaman, (14) Otonomi dan desentralisasi pemerintahan, (15) Pemaduan ke dalam pembangunan berkelanjutan, dan (16) Diselenggarakan secara lintas sektor.
Tingkat ketangguhan sebuah desa/kelurahan dalam menghadapi bencana dibagi kedalam tiga kriteria, yaitu:
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Utama (skor 51-60).
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Madya (skor 36-50).
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Pratama (skor 20-35).
Ketiga kriteria Destana itu diperoleh dari pengisian kuisoner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait aspek dan indikator Destana. Kuesioner ini terdiri dari 60 butir pertanyaan yang dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek ketangguhan dan isu-isu terkait kebencanaan lainnya. Pertanyaan disusun dengan jawaban ‘Ya’ atau ‘Tidak’ dan setiap jawaban ‘Ya’ akan diberi skor 1, sementara jawaban ‘Tidak’ akan diberi skor 0.
Indikator-indikator dalam ketiga kriteria Destana antara lain:
1. Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Utama, dengan indikator sebagai berikut:
a. Adanya kebijakan PRB yang telah dilegalkan dalam bentuk perdes atau perangkat hukum setingkat di kelurahan.
b. Adanya dokumen perencanaan PB yang telah dipadukan ke dalam (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan dirinci ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa).
c. Adanya Forum PRB yang beranggotakan wakil-wakil masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan kelompok rentan, dan wakil pemerintah desa/kelurahan, yang berfungsi dengan aktif.
d. Adanya Tim Relawan PB Desa/Kelurahan yang secara rutin terlibat aktif dalam kegiatan peningkatan kapasitas, pengetahuan dan pendidikan kebencanaan bagi para anggotanya dan masyarakat pada umumnya
e. Adanya upaya-upaya sistematis untuk mengadakan pengkajian risiko, manajemen risiko dan pengurangan kerentanan, termasuk kegiatan-kegiatan ekonomi produktif alternatif untuk mengurangi kerentanan.
f. Adanya upaya-upaya sistematis untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana.
2. Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Madya, dengan indikator sebagai berikut:
a. Adanya kebijakan PRB yang tengah dikembangkan di tingkat desa/kelurahan.
b. Adanya dokumen perencanaan PB yang telah tersusun tetapi belum terpadu ke dalam instrumen perencanaan desa.
c. Adanya Forum PRB yang beranggotakan wakil-wakil dari masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan kelompok rentan, tetapi belum berfungsi penuh dan aktif.
d. Adanya Tim Relawan PB Desa/Kelurahan yang terlibat dalam kegiatan peningkatan kapasitas, pengetahuan dan pendidikan kebencanaan bagi para anggotanya dan masyarakat pada umumnya, tetapi belum rutin dan tidak terlalu aktif.
e. Adanya upaya-upaya untuk mengadakan pengkajian risiko, manajemen risiko dan pengurangan kerentanan, termasuk kegiatan-kegiatan ekonomi produktif alternatif untuk mengurangi kerentanan, tetapi belum terlalu teruji.
f. Adanya upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana yang belum teruji dan sistematis.
5
3. Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Pratama, dengan indikator sebagai berikut:
a. Adanya upaya-upaya awal untuk menyusun kebijakan PRB di tingkat desa/kelurahan.
b. Adanya upaya-upaya awal untuk menyusun dokumen perencanaan PB.
c. Adanya upaya-upaya awal untuk membentuk Forum PRB yang beranggotakan wakil-wakil dari masyarakat.
d. Adanya upaya-upaya awal untuk membentuk Tim Relawan PB Desa/Kelurahan.
e. Adanya upaya-upaya awal untuk mengadakan pengkajian risiko, manajemen risiko dan pengurangan kerentanan.
f. Adanya upaya-upaya awal untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengimplementasikan Destana antara lain:
1. Pengkajian risiko desa/kelurahan (menilai ancaman, menilai kerentanan, menilai kapasitas, menganalisis risiko bencana).
2. Perencanaan PB dan perencanaan kontinjensi desa/kelurahan (RPB Desa/Kelurahan dan Renkon Desa/Kelurahan).
3. Pembentukan Forum PRB Desa/Kelurahan.
4. Peningkatan Kapasitas Warga dan Aparat dalam PB.
5. Pemaduan PRB ke dalam rencana pembangunan desa/kelurahan dan legalisasi.
6. Pelaksanaan PRB di desa/kelurahan
7. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan program di tingkat desa/kelurahan
Pada akhir program Destana perlu dilakukan evaluasi guna menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah program telah memberikan kontribusi untuk pengurangan risiko?
2. Apakah program telah berkontribusi pada mitigasi ancaman?
3. Apakah program dapat menghilangkan atau mengurangi kerentanan dan mengembangkan kapasitas/kemampuan warga masyarakat maupun aparat pemerintah di berbagai tingkat?
4. Apakah program berhasil memobilisasikan sumber daya setempat untuk upaya-upaya pengurangan risiko bencana?
5. Apakah ada komitmen dari pemerintah desa, kelurahan, kabupaten, kota dan provinsi dalam keberlanjutan program? --- dp ---
-------------------------------
Djuni Pristiyanto
Penulis di Bidang Kebencanaan dan Lingkungan, Fasilitator LG-SAT dan Kota Tangguh Bencana, Moderator Milis Bencana (https://groups.google.com/group/bencana) dan Milis Lingkungan (http://asia.groups.yahoo.com/group/lingkungan). Email: djunister@gmail.com.
Hasil kajian Risiko bencana dan SOP di wilayah Nabire -Papua
Hasil Kajian Risiko bencana yang di Lakukan Di Papua , hal ini harus belajar dan belajar dari dari lainnya karena berbicara bencana akan terkait dengan sumberdaya manusia yang ada , dimana sumberdaya manusia sangat di perlukan dalam tanggap darurat ketika terjadi bencana. dan ini sudah di suarakan secara naasional dan international melakukan pernjajian Kyoto di jepanag maka terbangunlah BNPB di Indoensia. dan di daerah daerah di bangunnya BPBD sesuai UU kebencanaan no .24 tahaun 2007 dan di kampung kampung atau desa juga harus berbicara kebencanaan dalam perka BNPB No 1 tahun 2012. demikian kegiatan di bawah ini :
Lampiran 2
Transek kampong Waroki
Lampiran 2. PETA TRANSEK
Tata guna lahan Pemukiman Sungai Pantai Laut Tambak Infrastruktur Kebun
Status Warga Negara Warga Negara Warga Negara Warga
Potensi Sebagian warga memiliki sumur yang airnya jenih, sebagian warga berdagang mandi, cuci, kakus, sumber mata pencaharian sekunder Ikan, udang, kepiting Ikan, udang, kepiting Ikan, udang, kepiting Layanan kesehatan, jalan raya, sekolah, tempat ibadah, pasar Pohon Nira (produksi bobo)
Vegetasi Air minum- air hujan
Pohon rambutan, Mangga, singkong, pepaya, kelapa Pohon Nira Pohon kelapa Pohon Nira
Hewan/binatang ternak Sapi, bebek, anjing, ayam Bia, ikan, Kepiting Ikan, udang Ikan, udang Ikan, udang
Hama/Penyakit Malaria, Diare, ISPA, Kurang gizi, penyakit kulit, bisul, serangga tanaman,Penyakit ayam, dan anjing
Ancaman Banjir Banjir Abrasi, Gelombang pasang Tsunami banjir, tsunami tsunami banjir, tsunami
Lampiran 2.
Hasil PRA Kampung Waroki
Sejarah Kampung
Thn Perubahan
1984 Terbentuknya kampung dari marga dari waropen dan raiki
dan masuk dalam kalibobo (RT 07)
1992 Berubahnya nama menjadi waroki pada saat turunnya gubernur.
Kampung Defenitif.
1992 terjadinya kebakaran kerugiannya beberapa rumah masyarakat terbakar.
2003 Tsunami terjadi dan rumah roboh, terendam banjir, perahu hanyut dan terjadi jam 12 malam.
2004 Gempa terjadi dan rumah roboh, kerugiannya banyak.
2005 Banjir terjadi , tidak ada kerugian.
2010 Banjir terjadi, kerugian rumah terendam, kolam terendam air , ternak hanyut, dan anak-anak sakit diare.
Hubungan Kelembagaan :
Identifikasi kelembagaan ; Hubungan Kelembagaan
Distrik Aparat kampung : Sangat membantu msy jika mendapatkan masalah.
Pemerintah kampung PW : Posisi membantu msy dalam kesusahan , sakit.
Pustu (kader kampung) PKB : membantu msy dalam kesusahan, sakit.
Tagana (Dinsos) Kelompok Tani binaan dinas pertanian, dinas perkebunan.
PKB PKK : lembaga perempuan di kampung
PW Kader kampung : terdiri dari kesehatan, PCI.
Posyandu Tagana : Tim bencana dari Dinsos.
Dukun kampung PPL : pendamping masyarakat dari dinas pertanian dan perkebunan
dinas perikanan Karang taruna : lembaga pemuda
Dinas Perkebunan Dinas perikanan
Dinas Pertanian PCI : NGO kesehatan
Karang Taruna
Peta Kebun
Peta kampong waroki
Lampiran 5 .
Diskusi Kelompok mengenai Peta Ancaman
Kelompok 1:
Ancaman Kerentanan/Kelemahan Kapasitas/Kemampuan
Gempa - Lokasi di tektonik aktif
- Struktur bangunan tidak tahan gempa
- Kurangnya pengetahuan masyarakat ttg gempa - Bangunan rumah tahan gempa
- Kemampuan masyarakat pada pengurangan risiko
Banjir - Masyarakat bermukim/berada di daerah aliran sungai
- Adanya pembalakan hutan - Mobilisasi ke tempat lebih aman
- Penghijauan kembali
- Peningkatan pemahaman masy ttg banjir
Abrasi - Kurangnya kesadaran masyarakat ttg fungsi hutan bakau
- Bakau dimanfaatkan sebagai kayu bakar
- Alih fungsi pantai sebagai pemukiman dan industri - Budidaya bakau
- Membentuk kelompok peduli bencana
Kelompok 2:
Ancaman Kerentanan/Kelemahan Kapasitas/Kemampuan
Konflik Keragama suku
Budaya berbeda
Isu-isu
Aturan/tradisi Ada polisi
Ada kepala suku
Ada bupati
Ada tokoh masyarakat di setiap suku
Kebakaran Ceroboh
Buang puntung rokok sembarangan
Pembukaan lahan Ada pemadam kebakaran
Ada PPL Pertanian
Longsor Penebangan liar
Pendulangan liar
Pembalakan hutan Reboisasi
Aturan pelarangan pembalakan liar
Kelompok 3:
Ancaman Kerentanan/Kelemahan Kapasitas/Kemampuan
Wabah Kurangnya informasi masy ttg kesehatan
Layanan kesehatan tidak mudah diakses Ada layanan kesehatan di tiap kampung
Kekeringan Kelaparan
Adanya persediaan bahan pangan
Pembangunan saluran irigasi
Tsunami Permukiman di dataran rendah
Mobilisasi pindah ke tempat lebih aman
Hasil Diskusi Kelompok Asset Penghidupan dan Bencana Nabire
Kelompok 1
Ancaman Gempa
Asset Berisiko Bentuk Risiko Pada Asset
Manusia Meninggal
Luka-luka
Mengungsi
Keluarga Terputusnya Komunikasi
Tetangga Konflik bantuan
Bukit Longsor
Air Sumur Keruh
Kebun Rusak/gagal panen
Pasar Mekanisme pasar tidak berjalan normal
Ternak (…ekor) Mati, hilang
Tabungan Tidak dapat akses
Jalan (…km) Rusak
Jembatan (….unit) Putus
Rumah (….unit) Rusak
Kelompok 2
Ancaman Banjir
Asset Berisiko Bentuk Risiko Pada Asset
Manusia Meninggal
Luka-luka
Mengungsi
Keluarga/kerabat Terputusnya Komunikasi
Air Sumur Keruh
Bukit Longsor
Ternak Mati/Hilang
Jembatan
Rumah
Jalan
Gangguan Keamanan Pencurian, penjarahan, perdagangan manusia.
Kelompok 3
Ancaman Tsunami
Asset Berisiko Bentuk Risiko Pada Asset
Manusia Meninggal
Luka-luka
Mengungsi
Rumah Hancur/hilang
Rusak
Jalan Rusak
Jembatan Rusak
Harta benda Rusak/hilang
Kebijakan Perubahan Kebijakan
Garis Pantai Berubahnya garis pantai
Sungai Terjadinya pelebaran
Kebun (…Ha) Rusak/gagal panen
Tidak bias di Tanami
Keluarga Hilang/meninggal dunia
Sakit
Sumur Tertimbun/kotor/tercemar
Kelompok 4
Ancaman Konflik
Asset Berisiko Bentuk Risiko Pada Asset
Manusia Sakit/berpindah
Nyawa Meninggal
Kesehatan Gangguan Kesehatan fisik/psikologis
Keuangan Tidak ada penghasilan
Harta benda Rusak/Hilang
Rumah Hancur
Kendaraan Rusak
Kebun Rusak
Ternak Mati/hilang
Buku Tabungan Hilang / di curi
Jembatan Putus
Jalan Diblokir/Palang
Pasar/Toko Libur
Kantor Pemerintah Tutup
Rusak
Keamanan Gangguan Keamanan
Lampiran 4. SOP Kampung
Ancaman: Banjir
No Siapa/Kapan Apa
SEBELUM
1 Kepala kampung Melakukan sosialisasi
2 TBK:
Koordinator umum Menjalin kerjasama yang baik dengan anggota tim dan pihak luar (pemerintah)
Disetiap tahap penanggulangan bencana bertanggung jawab atas seluruh kegiatan tim siaga bencana
Seksi P3K dan Evakuasi Melatih diri dalam pertolongan pertama
Menjalain hubungan yang baik dengan lembaga-lembaga kesehatan
Seksi perlengkapan dapur umum Menyiapakan dan memelihara peralatan dapur umum
Peringatan dini Mengenali tanda awal ancaman
Membangun jaringan komunikasi yang baik
Mencatat dan menyimpan semua no-no penting Mis: No kantor BPBD,
Seksi Transportasi Menyiapkan spit untuk evakuasi korban dengan luka yang berat Ex: patah tulang
Seksi Logistik Mentukan tempat penyimpanan barang
Mencari tahu sumber bantuan yang bisa diperoleh
3 Mantri Menyiapakan obat-obatan yang dibutuhkan pada saat terjadi bencana
4 Masyarakat Mengetahui tempat Evakuasi
5 Tagana Mengidentifikasi ancaman yang ada di setiap desa
SAAT
1 Kepala kampung Mengkordinir semua data-data korban meninggal..orang, ternak mati…ekor, luka-luka….orang,
Sebagai juru bicara pada saat badan pemerintahan turun ke kampung
2 TBK:
Koordinator umum Penampung masalah dengan anggota tim dan pihak lainnya berupa mencarikan solusi yang tepat
Seksi P3K dan Evakuasi P3K: Menilai kondisi korban dan melakukan P3K
Membuat laporan
Evakuasi: Mengawasi proses pengungsian
Seksi perlengkapan dapur umum Menyediakan bahan makanan
Peringatan dini Memantau perkembangan bencana
Seksi transportasi Mengevakuasi warga ke tempat yang aman
Seksi logistik Membagikan bama kepada masyarakat
3 Mantri/ bidan Memberikan obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat
Merawat korban
4 Masyarakat Mengungsi di tempat evakuasi yang sudah ditentukan
5 Tagana DistribUsi logistik
SESUDAH
1 Kepala kampung Melaporkan kepada pemerintah (BPBD) meninggal…orang, rumah rusak….unit, ternak mati…ekor
2 TBK:
Koordinator umum Mendata kerugian akibat bencana dan melaporkan kepada kepala kampung
Seksi P3K dan evakuasi P3K: Memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat
Evakuasi: Memelihara sarana evakuasi (kebersihan, sampah)
Seksi perlengkapan dapur umum Menyediakan makanan dan minuman bagi orang yang membutuhkan
Peringatan dini Menentukan pemulihan
Menganalisa kerusakan akibat bencana
Seksi transportasi Mengembalikan korban ke kampung
Seksi logistik Menyalurkan bantuan
3 Mantri/bidan Merawat korban dan memberikan obat
4 Masyarakat Mengikuti petunjuk tim Siaga Bencana ataukah mereka masih tinggal di tempat tersebut
5 Tagana Mendata korban yang sudah mendapatkan bantuan dan melaporkan kepada kepala kampung
Prinsip dari SOP: Harus mudah dipahami
dan masuk akal untuk dijalankan
Lampiran 4. RANCANGAN SOP UNTUK ANCAMAN BANJIR
KAPAN SEBELUM SAAT SESUDAH
SIAPA
BPBD • Membuat peta ancaman dan risiko
• Merumuskan rencana aksi daerah berkenaan dgn ancaman banjir
• Membentuk tim reaksi cepat untuk menanggulangi bencana dari semua intansi dan ormas yang ada di kab. Nabire • Mengkaji kerugian, kerusakan, sumber daya dan lokasi terjadinya ancaman
• Menentukan status keadaan darurat (bencana) berdasarkan dampak ancaman
• Mengakomodir semua instansi dalam pemberian bantuan dan evakuasi korban • Mengkoordinasikan semua data korban dan kerugian akibat bencana dari tiap instansi dan melaporkannya kpd BNPB
Dinas Kesejahteraan Sosial • Memastikan persediaan bantuan bencana cukup untuk satu periode (3 bln)
• Menyelenggarakan pelatihan tanggap banjir bagi Tagana dan sistim peringatan diri utk ancaman banjir • Menyalurkan bantuan bahan makanan pokok kepada BPBD dan pendistribusian kepada korban banjir
• Mengkaji kerusakan, kerugian dan dampak sosial yg ditimbulkan oleh bencana
• Memberikan perhatian dan perlindungan yang lebih thd kelompok rentan (balita, anak2, bumil, lansia, perempuan)
Dinas Kesehatan • Menyediakan stok obat-obatan yg cukup untuk bencana • Mengadakan mobile clinic untuk korban bencana
• Pendistribusian obat-obatan yang diperlukan kepada korban • Merawat korban bencana yang sakit
Dinas Kehutanan • Sosialisasi dampak pembalakan hutan atau penebangan liar
• Sosialisasi aksi penanaman pohon kembali (reboisasi) •
Dinas PU • Normalisasi Kali dan Sungai Memulihkan sarana transportasi darat yang rusak akibat bencana
LANGKAH-LANGKAH FASILITASI MANAJEMEN KEDARURATAN
• Introduction : KOMPAK, tiap SKPD
• Identifikasi masalah yang dihadapi tiap SKPD berkenaan dgn bencana banjir
• Tanya jawab
• Curah pendapat
• Diskusi
• Opini-opini
• Pemaparan tupoksi dari tiap SKPD berkenaan dgn bencana banjir
• Pemetaan aktor dan peran
• Komitmen dan tanggung jawab tiap SKPD
Langganan:
Postingan (Atom)