Rabu, 02 November 2016
Hari Ini KPK Terima Laporan Gratifikasi GBU
Hari Ini KPK Terima Laporan Gratifikasi GBU, 27 oktober 2016
AMBON, AE.— Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK hari ini menjadwalkan menerima laporan langsung dari Koalisi Save Romang bersama Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) terkait dugaan gratifikasi PT Gemala Borneo Utama kepada sejumlah pejabat di Maluku. Sementara Organisasi Kepemudaan yang tergabung dalam kelompok Cipayung akan bertemu Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, Kamis (27/10) malam.
Sebelumnya, PMKRI Pusat dan Barisan Anak Indonesia Timur (BATU) melakukan unjuk rasa di kantor kementrian ESDM, Rabu (26/10). Mereka meminta agar Kementrian ESDM mencabut izin pertambangan emas PT.GBU.
Ketua Kalesang Maluku, Constansius Kolafeka yang ikut dalam aksi tersebut mengatakan, Kementrian ESDM akan mengkaji izin-izin PT.GBU yang telah dikeluarkan, sehingga menjadi pertimbangan. Respon kementrian ESDM, KKP dan KLHK serta LSM lingkungan tersebut, seharusnya menjadi pertimbangan lain bagi gubernur untuk mencabut Izin Usaha Produksi (IUP) PT.GBU.
“Pernyataan dari kepala informasi dan komunikasi Kementrian ESDM ini mesti dipertimbangan dengan baik oleh Gubernur Maluku. Karena gubernur sendiri sudah melihat secara langsung penolakan dari warga. Kemudian, dokumen penolakan itu pun sudah disampaikan ke kementrian, dalam bentuk dokumentasi dan data otentik,” kata Constansius.
Selain Kementrian ESDM, Koalisi Save Romang berencana meneruskan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (27/10) hari ini. Kemudian dilanjutkan ke Polri.
Constansius Kolafeka menjelaskan, laporan ke KPK dan Polri, terkait dengan dugaan gratifikasi dana Coorporation Social Responsibility (CSR) PT.GBU. Olehnya itu, telah diagendakan setelah menerima laporan, KPK akan berdiskusi langsung dengan sejumlah LSM dan NGO lingkungan yang menolak aktivitas pertambangan di pulau Romang.
“Besok (hari ini) pertemuan dan langsung ada respon resmi dari KPK terhadap JATAM, karena kasus yang dibawa ke sana adalah kasus Romang. Kemudian KPK akan melakukan diskusi dengan seluruh LSM, dan OKP Cipayung,”jelasnya.
Cipayung akan menggelar pertemuan dengan Kapolri dan menyerahkan dokumen pada malam Jumat. Salah satu agenda pembicaraan dengan Kapolri adalah kaitan dengan kasus Romang. Baik dugaan gratifikasi maupun dugaan keterlibatan Polri.
OKP Cipayung juga akan menggelar pertemuan dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian. Selain dugaan gratifikasi, pembicaraan juga akan difokuskan pada dugaan keterlibatan oknum Polri yang pro terhadap tambang.
Sebelumnya mereka juga sudah bertemu dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bersama sejumlah LSM KLHK dan KKP akan turun langsung ke Romang, karena izinnya dituding melanggar Undang-Undang.
Ketua Koalisi Save Romang, Collin Leppuy mengatakan, komitmen KLHK ini disampaikan setelah koalisi Save Romang mendatangi instansi itu untuk melaporkan kasus Romang, Selasa (25/10).
“Intinya, KLHK dalam 2 minggu ke depan akan membentuk tim untuk turun langsung ke Romang. Itu pernyataan resmi dari Ibu Vivien, direktur pengaduan, pengawasan dan sanksi. Beliau sangat responsif,”kata Collin kepada Ambon Ekspres, Rabu (26/10).
Selain KLHK, koalisi Save Romang juga membawa kasus Romang ke Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan bertemu dengan Direktur Pulau-Pulau Kecil, Rido Batubara. Kementrian yang dipimpin Susi Pudjiastuti itu merespon positif aduan koalisi.
Collin mengatakan, setelah melihat dokumen laporan koalisi Save Romang, KKP berkesimpulan sementara bahwa, Surat Keputusan Gubernur Maluku nomor 260.b Tahun 2015 tentang persetujuan izin usaha pertambangan operasi produksi emas kepada perseroan terbatas Gemala Borneo Utama di Kabupaten MBD, menyalahi ketentuan Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –pulau kecil, pasal 26A.
Pasal itu berbunyi, Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan Setiap Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan/atau hayati Pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan/atau kerusakan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. “KKP menyimpulkan bahwa gubernur telah melanggar UU nomor 1 tahun 2014 pasal 26A,”ungkap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam SK gubernur tersebut tidak mencantumkan UU nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –pulau kecil, sebagai dasar pertimbangan. SK itu diterbitkan dengan menimbang SK bupati MBD nomor 540-480 tahun 2014 tentang persetujuan izin usaha pertambangan operasi produksi emas kepada perseroan terbatas Gemala Borneo Utama yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2014.
Selain ancaman kerusakan lingkungan, UU nomor 1 tahun 2014 juga telah mengisyaratkan, tidak bisa dilakukan aktivitas di Pulau Romang. Sebab, luas pulau ini hanya sekitar 7.000 hektar (Ha) berdasarkan data KKP. Dalam UU itu dijelaskan, pulau dengan luas kurang dari 20 hektar tidak dapat dijadikan sebagai lokasi aktivitas pertambangan.
Sehingga, lanjut Collin, KKP juga akan membentuk tim untuk turun langsung ke Romang. Selaian dua kementrian itu, beberapa LSM berskala nasional juga akan turun, diantara Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) serta Wahana Lingkungan Hidup (WALHI).
Dia berharap, KLHK dan KKP objektif dalam melihat kondisi Romang dan membuat keputusan.”Dan lebih mementingkan aspirasi masyarakat yang hidup di pulau Romang, yang menurut KKP luasnya hanya 7.000 Ha atau 7 kilometer,”pintanya.
Selain itu, KKP sesuai kewenangan harus mengeluarkan sanksi tegas kepada Gubernur Maluku, Said Assagaff dan Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Martha Nanlohy, karena dinilai melanggaran UU pengelolaan wilayah pesisir dan Pulau –pulau kecil.
“Dan mendesak kementrian ESDM mencabut izin PT.GBU. Harapan kita juga ke KLHK, bahwa izin pinjam pakai kawasan hutan yang diterbitkan KLHK kepada PT.GBU harus dicabut,”tambah dia. (TAB/MG2/AHA)
DEMO MAhasiswa Ambon Tentang GBU di Pulau Romang
Demo Mahasiswa Kembali Nyaris Bentrok tentang PT.GBU di pulau Romang
berita ini di lansir oleh Ambon eksprees tanggal 22 Oktober 2016
AMBON, AE.— Setelah diamuk polisi, kini elemen mahasiswa bersatu. Mereka menuntut pertanggungjawaban polisi terkait penganiayaan terhadap ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Ambon, Asrul Kaisuku. Wakil rakyat pun marah atas tindakan premanisme aparat kepolisian berseragam lengkap. Demo kemarin pun nyaris bentrok.
Tindakan polisi terhadap pembubaran massa yang menggelar demo sudah berulang kali terjadi. Tak hanya demo dua hari lalu, sebelumnya polisi juga kerap membubarkan paksa mahasiswa dan warga Romang yang berdemo menuntut Gubernur Maluku Said Assagaff mencabut ijin pertambangan PT GBU di Romang, Maluku Barat Daya.
Insiden penganiayaan terhadap Asrul terjadi dua hari lalu saat aksi mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), yang berlangsung Gong perdamaian, dalam memperingati dua Tahun masa kerja pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla.
Mereka dibubarkan secara paksa. Polisi-pun menunjukan sikap arogansinya dengan membubarkan massa yang berjumlah sekitar 30 orang itu. Tidak hanya membubarkan polisi langsung menyeret ketua KAMMI, hingga pakaiannya sobek. Ini karena ijin aksi tidak dikantongi mahasiswa.
Informasi yang diperoleh koran ini menyebutkan pada Senin lalu, sejumlah perwakilan KAMMI menyampaikan surat pemberitahuan (bukan surat izin) kepada Polres Pulau Ambon. Namun petugas jaga meminta pihak KAMMI kembali memperbaiki suratnya.
Setelah dilakukan perbaikan sesuai permintaan pihak kepolisian, keesokan harinya surat dengan perubahan yang diinginkan kembali dimasukan ke Polres. Tapi anehnya tidak ada yang mau menerima surat pemberitahuan KAMMI terkait aksi. Rabu (19/10) pihak KAMMI kembali mendatangi Polres untuk menyampaikan surat itu, namun tetap saja ditolak dengan alasan deadline waktunya harus tiga hari sebelum aksi.
Hari Kamis kemarin, sesaat sebelum dilakukan aksi, sudah ada oknum polisi yang meminta agar aksi dihentikan. Jika tetap dilakukan maka akan dibubarkan dengan alasan aksi yang tidak memiliki izin.
Mendengar ancaman ini, Pihak KAMMI Kota Ambon dan Beberapa aktivis IMM merasa pada posisi benar. Sebab niat baik untuk memberitahukan aksi unjuk rasa sudah disampaikan.
Setelah adu mulut beberapa jam, sekitar pukul 11.00 WIT mendadak Ketua KAMMI diseret dari atas tribun Lapangan Merdeka. Ketua KAMMI sebelum ditarik dan diseret, dirinya bersama para pengunjuk rasa sudah bertekad menghentikan aksi.
Ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Mereka sendiri bahkan meminta agar perjalanan mereka ke kantor DPRD untuk audens tidak dihalau. Permintaan ini juga tidak diizinkan. Dan akhirnya terjadilah tindakan tersebut.
Akibat tindakan itu, Jumat sore kemarin, ratusan mahasiswa dari KAMMI dan IMM, kembali mendatangi Mapolda Maluku, dengan mendesak kapolda copot Kapolres serta kasat Intel dan Kasat Sabahara.
Ketegangan antar polisi dan mahasiswa juga sempat terjadi digerbang utama institusi itu. Tidak hanya tegang tiga orang mahasiswa pun ikut diseret paksa oleh polisi dan diamankan kedalam Mapolda Maluku. Mereka yang diamankan itu kordinator lapangan Edy Irsan Elis, Irul Marasabessy, Madina Rumodar. Selang beberapa saat ketiga orang itu kemudian dilepaskan, aksi tetap berjalan.
Anggota Komisi A DPRD Maluku Amir Rumra, mengatakan tindakan aparat keamanaan dinilai tidak manusiawi dan sudah bertentangan dengan UU penyampaian aspirasi di depan publik bagi setiap warga Negara Indonesia.
“Negara kita adalah negara hukum, jadi ada aturan yang membolehkan setiap warga Negara berhak menyampaikan aspirasinya di depan umum, selama itu tidak bertetangan dengan aturan. Namun yang dilakukan aparat kepolisian Polres Ambon, sangatlah tidak manusiawi,”sesal politisi asal PKS itu, kepada wartawan di kantor DPRD Jumat kemarin.
Alasannya tidak ada pemberitahuan sebelumnya oleh sekelompok mahasiswa, hingga aksi dapat dibubarkan harusnya dilakukan dengan cara yang elegan. Rumra berjanji akan mendalami insiden itu, hingga memanggil kapolda Maluku secara kelembagaan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan anak buahnya.
Mahasiswa juga mengancam jika Kapolda tidak segera menindaklanjuti dugaan tindak penganiayaan secara serius, mahasiswa akan melakukan aksi lebih besar lagi.
“Kami akan membangun konsolidasi terhadap seluruh OKP baik di Kota Ambon maupun skala nasional, perwakilan OKP Cipayung diseluruh wilayah NKRI, untuk melihat persoalan ini,”ancam mahasiswa.
LBH Lapor
Tak hanya DPRD dan mahasiswa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pemuda Maluku, juga turut menyayangkan tindakan polisi. “Kami akan mengumpulkan seluruh bukti-bukti terkait dugaan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polisi itu, untuk selanjutnya kita laporkan secara resmi ke Propam Polri dan Kompolnas,” kata sekretaris LBH Pemuda Samuel Riry kepada koran ini terpisah.
Mereka juga akan melaporkan hal ini ke Komnas HAM dan Ombudsman RI. Polisi kata Riry, seharusnya tidak bertindak arogansi, karena mereka mitra bagi masyarakat.
Terpisah pihak kepolisian sendiri mengatakan, tindakan terhadap mahasiswa itu sebagai bentuk pembelaan diri, lantaran mahasiswa sendiri nekat merampas senjata api yang berada di tangan polisi.
“Kami hanya membela diri, karena mereka mau merampas senjata kami. Kami juga merasa terancam makanya kami langsung membubarkan aksi mereka,” kata sejumlah oknum anggota polisi di Mapolda Maluku kemarin.
Menanggapi hal itu, Riry mengaku, bila hal itu terjadi seharusnya polisi lebih mengutamakan langkah persuasif bukan langsung dengan cara kekerasan. (TIM)
Langganan:
Postingan (Atom)