Rabu, 19 Oktober 2016
Penegakan Hukum Konflik Agraria Terkait dengan Hak-Hak Masyarakat Adat
akarta, WARTA BPHN
Kebijakan terkait dengan masyarakat adat yang paling banyak disorot selama ini adalah di bidang tanah dan sumberdaya alam. Sebab pada lapangan itulah konflik-konflik antara masyarakat adat, instansi pemerintah dan pengusaha terus berlangsung. Kebijakan di bidang tanah dan sumberdaya alam sudah diamanatkan dalam TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. TAP MPR ini merupakan salah satu TAP MPR yang masih tetap berlaku berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status HUKUm TAP MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 serta diperkuat sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan kita oleh UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mendudukan TAP MPR secara hierarki berada di bawah UU/Perpu, demikian Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Nasional, Pocut Eliza, S.Sos. SH.,MH dalam pembukaan kegiatan Pemaparan Hasil Penelitian mengenai Penegakan Hukum Konflik Agraria yang terkait dengan Hak-Hak Masyarakat Adat yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI, Kamis (19/11).
Dari konteks kelahirannya, TAP MPR tersebut merupakan manifestasi semangat reformasi pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam supaya lebih responsif terhadap keberadaan masyarakat adat. salah satu prinsip Pembaruan Agraria adalah mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria.
Setelah ada Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 35/PUU-X/2012 Pengujian Terhadap UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara, hal ini belum menjadi menjadi landasan yang kuat bagi masyarakat. Karena Peraturan Perundang-undangan yang terkait agraria Yang terkait dengan Hak-hak Masyarakat Adat bersebaran. Untuk itu diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi antar peraturan perundang-undangan tersebut. Kondisi ini hal mudah untuk lakukan karena masih adanya ego sektoral dari masing-masing Kementerian dan lembaga yang berwenang di bidangnya masing-masing.
Melihat kondisi ini maka BPHN memandang perlu untuk melakukan diskusi publik untuk melihat secara objektif bagi para pembentuk kebijakan utamanya dalam rangka Penegakan Hukum Konflik Agraria yang terkait dengan Hak-hak Masyarakat Adat. Sehingga dapat mengetahui reaksi pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 terhadap Penyelesaian konflik Agraria serta mengetahui hambatan dan Upaya penyelesaian Penegakan Hukum Konflik Agraria Yang Terkait dengan Hak-Hak Masyarakat adat melalui mekanisme kearifan lokal. Selain itu BPHN dapat mengkaji kebijakan yang dilakukan Pemerintah dalam rangka upaya menyelesaikan Konflik Agraria yang terkait dengan hak-hak masyarakat adat. Diharapkan pada pertemuan ini akan menghasilkan masukan-masukan konkrit, objektif bagi para pembentuk kebijakan, untuk penyempurnaan Hasil Penelitian Penegakan Hukum Konflik Agraria yang terkait dengan Hak-hak Masyarakat adat oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, BPHN, pangkas Pocut Eliza.
Lain halnya disampaikan oleh Ketua Tim, Ahyar Ary Gayo, SH., MH APU. Menurut beliau bahwa konflik Agraria yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia banyak dipicu oleh alasan-alsan ketimpangan kepemilikan, penguasaan danpengelolaan sumber-suber agraria atau yang diebut ketimpangan struktur agraria.
Selanjutnya, dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara, hal ini belum menjadi kebaikan bagi masyarakat adat. Di Lapangan kiminalisasi masyarakat adat sangat tinggi dan luar biasa. Masalah dalam pengadaan tanah sskala luar untuk investasi infrastruktur, perkebunan, pertambangan dankehutanan atau istilah lebih memihak, “perampasan tanah”, sebagaimana dilaporkan oleh Komnas HAM dari tahun ketahun, selalu menjadi urutan pertama dari pengaduan rakyat.
Akibat lanjutan dari konflik agraria adalah meluasnya konflik itu sendiri, dari sekedar klaim atas tanah, sumberdaya alam dan wilayah menjadi konflik-konflik lain. Konflik agraria yang berkepanjangan menciptakan krisis sosial ekologi, termasuk yang mendorong penduduk desa bermigrasi kewilah-wilayah baru untuk mendapatkan tanah pertanian baru, atau pergi dan hidup menjadi golongan miskin kota. Hal ini menjadi sumber masalah baru di kota-kota. Lebih dari itu, artikulasi konflik dapat membentuk konflik lain seperti konflik antara petani pemilik asal tanah dengan pekerja perkebunan, konflik etnis antar penduduk asli dan pendatang, bahkan hingga konflik antar kampung atau desa, sebagian besar dilatarbelakangi oleh perebutan atas tanah, Sumber Daya Alam dan wilayah hidup. Masyarakat hukum adat saat keberadaannya seringkali terabaikan dalam pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah yang menyangkut konflik-konflik agraria yang terus terjadi sampai saat ini dan tidak jarang permasalah ini terus bergulir, tandanya. *tatungoneal
Selasa, 18 Oktober 2016
Bukti bukti media Tambang di romang vs masalah di PT.Freeport ?? Apakah sama mari kita lihat
Apakah Sama prosessnya semua karena ketidak mampuan manage yang transparan
Melihat pemberitaan untuk pengelolaan sumberdaya alam di wilayah timur memang sudah tidak lazim apaagi berbicara tentang freeport indonesia yang berada di Timika Papua..dengan beroperasinya bertahun tahun atau puluhan tahun..banyak sekali masalah yang terjadi banik tenaga kerja hingga limbah dari tambang emas tersebut..tetapi lambat laun bisa di selesaikan oleh pemerintah.
Bagaimana dengan tambang emas di pulau romang maluku tenggara barat daya, yang penuh isu dan pergolakan dimana sekarang ini saja belum masuk pada pengambilan hasil dari perut bumi, tetapi masih saja ada pertengkaran antara masyarakat di wilayah tersebut dan pemerintah dan juga investor PT GBU. apakah akan selesai pertikaian tersebut...?? hanya yang tahu adalah pemeberi ijin dengan perusahaan PT.GBU bagaimana cari menyelesiakan persoalan di masyarakat dan secara transparan..
Rabu, 12 Oktober 2016
BNPB: Perlu Penelitian Ancaman Bencana di Maluku
Ambon, 31/8 (Antara Maluku) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memandang perlu melakukan penelitian lanjutan tentang dampak dan ancaman bencana alam yang pernah terjadi Maluku guna merumuskan langkah-langkah penanganan.
Deputi Bencana Kontingensi Bagian Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Bernadus Wisnu Widjaja pada pembukaan Tabel Top Exrecise (TTX) Nasional di Ambon, Rabu, mengatakan, penelitian lanjutan terkait ancaman yang terjadi di Maluku perlu dilakukan mengingat karakteristiknya sebagai provinsi Kepulauan berbeda dari daerah lainnya di tanah air.
Selain itu, Maluku juga berada pada pertemuan tiga lempeng besar yakni Pasifik, Indo Australia, dan Eurasia. Lempeng Indo Australia masuk ke bawah Eurasia, bertemu dengan Lempeng Pasifik sehingga mengakibatkan patahan yang tidak beraturan.
"Maluku mempunyai sejarah bencana alam yang pernah terjadi beberapa puluh tahun sebelumnya, apalagi berada pada daerah pertemuan tiga lempeng besar di dunia. Ketidaktahuan masyarakat akan fenomena atau ancaman alam bisa membahayakan diri sendiri maupun secara luas," katanya.
Menurutnya, karakteristik gelombang pasang air laut sebagai akibat gempa tektonik berkekuatan besar, perlu diwaspadai melalui sosialisasi tentang dampaknya kepada masyarakat di Maluku yang umumnya bermukim di pesisir pantai.
"Ingat karakteristik tsunami itu berbeda-beda sehingga bisa memunculkan rumusan-rumusan yang tidak dapat dipahami. Karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut," ujarnya.
Dia mengemukakan, penelitian lanjutan sangat penting agar masyarakat dapat bersahabat dengan alamnya.
"Terkadang daerah yang tinggi ancaman bencana memiliki pesona alam sangat luar biasa seperti di Maluku. Namun jika masyarakatnya tidak bersahabat dengan alam, maka ancaman akhirnya tak bisa dimanfaatkan dan menjadi membahayakan serta menimbulkan bencana skala besar," tandasnya
Dia memandang, pelatihan TTX secara nasional yang dipusatkan di Maluku, sebagai salah satu langkah strategis untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan berbagai komponen masyarakat tentang bencana alam serta dampak yang ditimbulkannya.
Kegiatan tersebut yang melibatkan ahli geologi Institut Teknologi Bandung tersebut juga bermanfaat untuk mengumpulkan data terkait dengan ancaman, upaya pencegahan dan kesiap siagan terhadap bentuk ancaman atau bahaya.
Tujuannya, agar dapat meningkatkan pemahaman terhadap resiko yang terjadi, serta identifikasi permasalahan dalam menghadapi ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah kepulauan Maluku.
Sekda Maluku Hamin Bin Tahir, menegaskan, TTX nasional bermanfaat untuk menyamakan persepsi sekaligus meningkatkan kesiap siagaan berbagai komponen dan masyarakat menghadapi bencana alam yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
"Maluku tergolong daerah rawan bencana alam dengan 12 jenis ancaman, terutama gempa tektonik dan tsunami. Makanya masyarakat perlu diberikan pemahaman serta langkah-langkah antisipasi yang dilakukan sehingga mengerti dan memahaminya dengan baik agar berdampak meminimalisasi jatuhnya korban jiwa," tandasnya.
Editor: John Nikita
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Pembangunan Manusia Berbasis Gender Maluku Lambat
Ambon, 5/10 (Antara Maluku) - Pembangunan manusia berbasis gender (PMBG) Maluku pada 2015 melambat ditandai dengan menurunnya indeks pembangunan gender (IPG) yakni 92,54.
"IPG Maluku 92,54 pada 2015 itu menurun sebesar 0,01 poin dibanding dengan 2014 yang sebesar 92,55," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku, Dumangar Hutauruk di Ambon, Rabu.
Menurutnya, pembangunan gender di Maluku pada 2015 mengalami perkembangan ditandai dengan meningkatnya indeks pemberdayaan gender (IDG) yang mencapai 77,15.
Angka 77,15 ini ternyata menurun sebesar 0,17 poin dibandingkan dengan 2014 yang sebesar 76,99.
Dumangar mengatakan, IPG diperkenalkan pertama kali oleh UNDP pada 1995.
UNDP menggunakan metode lama hingga 2009. Pada metode lama tersebut IPG tidaK mengukur langsung ketimbang antar gender yang terjadi, namun hanya disparitas dari masing-masing komponen IPM untuk setiap gender.
Selain itu angka IPG metode ini tidak bisa diinterpretasikan terpisah dari IPM.
"Perhitungan IPG berhenti dilakukan oleh UNDP pada 2010 hingga 2013. Selanjutnya pada 2014 UNDP kembali melakukan penghitungan IPG dengan menggunakan metode baru," ujarnya.
Perubahan metode ini, lanjutnya, merupakan penyesuaian dengan perubahan yang terjadi pada IPM. Selain sebagai penyempurnaan dari metode sebelumnya.
IPG metode baru ini merupakan pengukuran langsung terhadap ketimpangan antar gender dalam pencapaian. IPM pada metode baru ini digunakan rasio IPM perempuan maupun laki-laki.
Editor: John Nikita
COPYRIGHT © ANTARA 2016
LSM berkata Masyarakat Maluku Inisiatif Hadapi Perubahan Iklim
Ambon, 1/10 (Antara Maluku) - Direktur Yayasan Pengembangan Alam Raya dan Masyarakat Niaga Ambon Marthin F. Haulussy mengatakan masyarakat Maluku sejak dahulu berinisiatif menghadapi perubahan iklim melalui kearifan lokal.
"Mengatasi bencana yang mengancam keselamatan hidup manusia, sudah dilakukan sejak leluhur lewat kearifan budaya lokal masyarakat adat Maluku," kata Marthin di Ambon, Sabtu.
Menurut dia, warisan kearifan budaya masyarakat adat yang dikenal sebagai aturan adat sasi yang ditegakkan oleh Lembaga Adat Kewang merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan negeri (desa adat).
"Sasi adalah larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian lingkungan demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (flora dan fauna) alam tersebut," kata Penerima Piagam Penghargaan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan Tahun 2003 ini.
Ia mengatakan mayoritas kepemilikan lahan di Maluku merupakan hak ulayat masyarakat adat. Aturan adat sasi dan lembaga kewang telah diakui sebagai aset global, sehingga penegakan aturan adat sasi secara berkelanjutan merupakan warisan para pendahulu atau leluhur masyarakat adat.
Karena itu, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan pembangunan, termasuk kaum transmigran perlu menghargai warisan kearifan budaya lokal masyarakat Maluku. Sehingga kegiatan pembangunan apapun tidak merusak lingkungan baik di wilayah daratan maupun wilayah laut, lanjutnya.
"Pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota harus memperkuat dan menegakkan warisan kearifan budaya masyarakat adat Maluku, jangan memprioritaskan kepentingan ekonomi dan politik karena akan menimbulkan konflik kepentingan di masa depan," kata Marthin.
Karena itu, menurut dia, dalam kegiatan program pembangunan apapun yang dirancang atau direncanakan, masyarakat adat perlu dilibatkan sebagai subyek bukan obyek, seperti yang terjadi selama ini.
"Kegiatan pembangunan seperti alih fungsi lahan dapat merusak lingkungan, seperti pembalakan liar yang masuk dalam kawasan hutan hak ulayat masyarakat adat, ini sangat merugikan seperti yang terjadi selama ini di pulau Buru dan Seram," tegas Penerima Piagam Tanda Kehormatan Satya Lencana Pembangunan Tahun 2013 ini.
Masyarakat adat dalam menghadapi perubahan iklim saat ini, kata dia, terlihat lemah terutama hak-hak pengelolaan hutan dalam hak ulayat masyarakat adat, apalagi meningkatnya pemanfaatan sumber daya hutan pulau-pulau kecil di Maluku.
"Ini harus menjadi isu penting untuk dikelola secara arif dan bijaksana, karena kekuatan ekonomi kapitalis akan memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap aksistensi kualitas lingkungan dan sumberdaya alam," katanya.
Editor: John Nikita
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Selasa, 11 Oktober 2016
Peristiwa Sumber daya alam di MBD di curi tidak sesuai Undang Undang
Senin, 10 Oktober 2016
kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan MIneral (emas, batubara,dll )
kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan
Oleh: rusniar
NIM:14010101139
Kerusakan lingkungan akibat pertambangan
Kata kunci: kerusakan lingkungan.
Makalah ini dilatar belakangi oleh kegiatan pertambangan yang banyak merusak lingkungan,yang berdampak sangat buruk bagi kehidupan manusia. Melalui makalah ini kita dapat mengetahui berbagai masalah atau kerusakan yang di akibatkan oleh kegiatan pertambangan yang tidak dikelola dengan baik, dan benar sehingga mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan seperti keruskan tanah,air,udara,laut,serta hutan. Oleh karena itu sebaiknya kita dapat mengelola kegiatan pertambangan dengan baik,agar tidak memberikan dampak yang buruk.hal ini menarik perhatian saya untuk mengetahui sejauh mana kerusakan atau dampak buruk yang di timbulkan akibat aktivitas pertambangan yang tidak dikelola dengan baik. Adapun rumusan masalah: A). apa pengertian pertambangan, B). apa pengertian pencemaran lingkungan C) .bagaimana salah satu teknik pertambangan D) bagaimana Dampak negatif dari aktivitas penambangan emas. E. Bagaimana Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Alternatif Solusi. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah 1) untuk mengetahui pengertian dari pertambangan, 2) untuk mengetahui pengertian dari pencemaran lingkungan, 3) untuk mendiskripsikan bagaimana salah satu teknik penambangan khusunya penambangan emas, 4) untuk mengetahui bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan emas, 5) mendiskripsikan bagaimana rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan alternatif solusi. kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah: kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan khususnya penambangan emas: 1)kerusakan tanah 2) kerusakan air 3) kerusakan udara 4)kerusakan hutan.
PENDAHULUAN
A. Pengertian pertambangan
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).Indonesia merupakan salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia.Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
B. Pengertian pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).[1]
Sebagai negara yang mempunyai julukan pari-paru dunia, indonesia mempunyai banyak sekali pulau yang terselimuti oleh hutan lebat. Namun pada bebrapa dekade belakang ini,banyak negara mengencam akan kelestarian alam yang terjadi di indonesia. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya industri-industri pertambangan yang mulai muncul di indonesia. Tak pelak industri pertambangan baru tersebut melakukan sesuatu hal yang merusak lingkungan agar mendapatkan keuntungan yang besar.Berkurangnya sumber keseimbangan alam seperti hutan, air dan tanah yang subur sebagian besar disebabkan oleh kegiatan pertambangan yang menghasilkan polutan yang sangat besar sejak awal eksploitasi sampai proses produksi dan hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan faktor kelestarian lingkungan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk terbesar. Angka pertumbuhan penduduk negara indonesia pun cukup besar, hal tersebutlah yang mneyebabkan kenaikan yang begitu besar akan ketergantungan hasil tambang,baik minyak,batubara,emas,ataupun gas. Semakin besar skala kegiatan pertambangan,makin besar pula areaa dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiaaatan pertambangan dapat bersifat permanen,atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula.[2]
C. Teknik Penambangan emas
1) Penambang menggali tanah di perbukitan menggunakan linggis, sekop serta pacul. Tanah yang telah digali kemudian diencerkan dengan air. Air ini berasal dari sebuah kali kecil dekat tempat penggalian tanah. Karena tempat penggalian lebih tinggi dari sumber air, maka air disedot keatastempat penggalian menggunakan pompa.
Gambar Aktivitas penambangan emas secara tradisional (Dok Penulis 2012)
2) Di dekat tempat penambang menggali tanah dibuat saluran yang menuju kali kecil tempat dimana mereka menggambil air untuk mengencerkan tanah. Tanah yang sudah diberi air dan sedikit basah kemudian disekop kearah saluran. Tanah diaduk-aduk menggunakan sekop agar sedikit encer, lalu dialirkan bersama air menuju saluran yang lebarnya sekitar 1 meter. Didalam saluran di susun-susun batu-batu kecil secara berjenjang guna memperlambat aliran, agar tanah mudah terendapkan di dalam karpet.
Gambar Proses penambatan tanah masuk kedalam karpet (Dok Penulis 2012)
3) Tanah yang turun kemudian diendapkan di dalam karpet yang kedua sisinya disanggah menggunakan beberapa kayu balok. Tanah yang terperangkap di dalam karpet kemudian diangkat dan dimasukan kedalam kuali. Tanah yang masuk kedalam kuali kemudian digoyang-goyang bersama air, untuk mengeluarkan butiran-butiran tanah kasar. Setelah digoyang-goyang akan tampak pasir hitam yang menurut penambang disebut "pasir penghantar emas". Setelah digoyang-goyang lama-kelamaan akan nampak serbuk-serbuk halus berwarna agak kekuning-kuningan.
Gambar Proses pendulangan emas menggunakan kuali (Dok Penulis 2012)
4) Serbuk-serbuk halus yang berwarna kekuning-kuningan ini kemudian dikumpulkan sampai banyak atau menurut para penambang harus mencapai 1 kaca baru bisa dijual. Selanjutnya serbuk-serbuk ini akan ditaruh diatas sendok lalu dipanaskan dengan api hingga warna keemasan tampak lebih cerah, serta pengotor yang ikut menempel bersama serbuk emas hilang.
5) Kemudian serbuk emas hasil pembakaran ini dikemas dalam kertas rokok. Kalau hasil dulang penambang sudah banyak atau bernilai ekonomis, langsung dijual ke toko emas atau perhiasan. Serbuk emas ini jika dikumpulkan mencapai 1 kaca, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp. 40.000 dan kalau hasil dulangan penambang bisa mencapai 1 gram, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp 400.000. Karena penambangan ini dilakukan secara berkelompok, maka uangnya akan dibagi bersama.[3]
D.Dampak negatif dari penambangan emas
a).Dampak negatif terhadap lingkungan
Berikut dampak-dampak negatif yang mungkin timbul akibat adanya aktivitas penambangan emas :
Ø Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada diatasnya akan mati. [4]
· Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
Dari hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di lapangan ditemukan bahwa aktivitas penambangan berpotensi meningkatkan ancaman tanah longsor. Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang menggali bukit tidak secara berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak bukaan penggalian yang tidak teratur dan membentuk dinding yang lurus dan menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat mengancam keselamatan jiwa para penambang.
Gambar 2.7. Aktivitas penggalian tanah (Dok Penulis 2012)
· Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah
Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak melakukan upaya reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan begitu saja areal penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan bahwa penambang membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat gersang. Bahkan penggalian yang terlalu dalam membetuk kolam-kolam pada permukaan tanah yang kedalamannya mencapai 3-5 meter.
Gambar 2.8. Areal bekas penggalian tanah dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya reklamasi berupa penghijauan (Dok Penulis 2012)
· Erosi tanah
Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami erosi dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang berada di dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi kanan dan kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai, akibat diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan dengan memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.[5]
Ø Air
Penambangan secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. [6]
· Sedimentasi dan Menurunnya Kualitas Air
Aktivitas penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran kali membuat air menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran primer yakni kali Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut meningkatkan jumlah transport sedimen.
Gambar 2.9. Menurunnya kualitas air sungai akibat pembuangan tanah sisa penambangan kedalam aliran air (Dok Penulis 2012)
Ø Hutan
Penambangan dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa. .
Ø Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan terjadi pada saat aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di sekitar laut tersebut.[7]
b).Dampak terhadap manusia
Dampak pencemaran Pencemaran akibat penambangan batubara terhadap manusia, munculnya berbagai penyakit antara lain :
1. Limbah pencucian zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. Kaarena Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau lambung. Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat.
2. Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya.produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai logam berat : seperti arsenik, timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium, tembaga, molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya jika dibuang di lingkungan.
3. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan emas juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air Penambangan Batubara secaralangsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah penducian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian emas tersebut. Limbah pencucian emas setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.[8]
E. Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Alternatif Solusi
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.[9]
No
Dampak Lingkungan
Upaya Pengelolaan Lingkungan
1.Meningkatnya ancaman tanah longsor dan gerakan massa tanah (mass movement)
Perlu dilakukan penggalian tanah secara berjenjang (trap-trap)
2.Erosi dan Sedimentasi
Perlu dibangun check-dam untuk mencegah pelumpuran pada saluran pengairan umum (drainase) maupun saluran induk, yakni kali Anafre.
Kali kecil yang digunakan airnya oleh pendulang untuk memisahkan emas dengan tanah harus dipasang bronjong kawat, guna memperlambat erosi pada tebing sungai.
3.Pengupasan tanah pucuk dan menghilangnya vegetasi akibat kegiatan penggalian tanah.
Perlu dilakukan upaya reklamasi, seperti melakukan reboisasi di areal bekas penggalian.
Setelah melakukan penggalian jangan meninggalkan lubang penggalian begitu saja, sebaiknya lubang penggalian ditimbun terlebih dahulu sebelum pindah ke tempat lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aktivitas pertambangan yang tidak dikelolo dengan baik mengakibatkan berbagi keruskan lingkungan seperti kerusakan tanah,air,hutan,laut,selain itu juga memiliki dampak terhadap manusia seperti Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya. Adapun pencegahan pencemaran dapat dilakukan dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan penambangan kita juga perlu memperhatikan pengelolaan lingkungan agar tidak berdampak buruk. Dengan demikian tidak hanya keuntungan finansial saja yang kita dapatkan tetap kesehatan kita juga tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Ø http://www.wedaran.com/6165/dampak-negatif-pertambangan-terhadap-lingkungan-hidup/
Ø http://vodca-stinger.blogspot.com/2012/11/dampak-pertambangan-dan-solusi.html
Ø http://marluganababan-electrical.blogspot.com/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html
Ø http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9
[1] Marluganababan,”dampak negatif kegitan pertambangan” http://marluganababan-electrical.blogspot.com/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html, diakses pada 29 desember 2014
[2]Wedaran”dampak negatif pertambangan terhadap lingkungan hidup” http://www.wedaran.com/6165/dampak-negatif-pertambangan-terhadap-lingkungan-hidup/ diakses pada 29 desember 2014.
[3] Lorens,”Identifikasi Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tradisional di Polimak IV Kota Jayapura (Tahun 2012)”, http://lorenskambuaya.blogspot.com/2014/08/identifikasi-dampak-lingkungan-akibat.html.diakses pada 29 desember 2014.
[4] Learnmine,”makalah batubara dampak dan solusi”,http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9,diakses pada 29 desember 2014.
[5] Lorens,”Identifikasi Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tradisional di Polimak IV Kota Jayapura (Tahun 2012)”, http://lorenskambuaya.blogspot.com/2014/08/identifikasi-dampak-lingkungan-akibat.html.diakses pada 29 desember 2014.
[6] Learnmine,”makalah batubara dampak dan solusi”,http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9,diakses pada 29 desember 2014.
[7]Learnmie,”dampak dan solusi kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara,http://learnmine.blogspot.com/2013/05/makalah-batubara-dampak-dan-solusi.html#ixzz3MuKGFTU9,diakses pada 29 desember 2014
[8]Dampak pertambangan dan solusinya, http://vodca-stinger.blogspot.com/2012/11/dampak-pertambangan-dan-solusi.html diakses pada tanggal 29 desember 2014.
[9] Fredi nababan,dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan, http://marluganababan-electrical.blogspot.com/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html. diakses pada tanggal 29 desember 2014.
Langganan:
Postingan (Atom)